Karena Ngaliyan Aku Bertahan

Aku tak pernah bermimpi soal Ngaliyan. Sebuah kecamatan yang berada di kota semarang. Mungkin jarang orang yang tahu tentang Ngaliyan, karena tak ada sesuatu yang istimewa di sana. Ngaliyan bukanlah apa-apa, tapi Naliyan sangat bermakna. Berawal dari kehidupanku dan kesendirianku, disana aku menemukan banyak saudara. Ya, saudara.. memang kita tidak dilahirkan dari rahim biologis yang sama, tapi kita lahir dari rahim ideologis yang sama di sebuah tempat yang bernama Ngaliyan.
Ngaliyan bukanlah apa-apa tanpa kita, dan kita bukanlah siapa-siapa tanpa Ngaliyan, jadi keberadaan kita semacam menjadi simbiosis mutualisme. Ngaliyan terkenal sebagai sentrumnya gerakan mahasiswa, jika kita berbicara lingkup Semarang. Ngaliyan selalu mendatangkan masa paling banyak jika ada unjuk rasa. Ini bukanlah apa-apa kawan..kita hanya berusaha untuk selalu mengeja lingkungan sekitar kita.
Ada juga yang mengatakan, Ngaliyan tak pernah tidur. Ya..karena kita masih akan melihat kehidupan di angkringan-angkringan dari malam-tengah malam-hingga fajar. Di tempat-tempat itulah kami membangun keluarga, terkadang dengan obrolan serius seperti membincang politik, membincang masalah bangsa dan negara serta kehidupan di kampus tercinta. Terkadang juga kita hanya sebatas bercerita, yang sebentar-sebentar akan terdengar kelakar tawa dari kerumunan kita. begitulah Ngaliyan dengan kehidupan malamnya.
Berbicara Ngaliyan, juga berbicara masalah senja. Kita akan mendapati senja yang indah di sudut kampus, dengan posisi tanah yang lebih tinggi dari jalan raya, disana kita menikmati sang jingga yang hendak kembali ke peraduannya. Kami duduk melingkar dengan white bord dan beberapa buku bacaan. Ini kegiatan yang tak pernah ketinggalan dari sudut-sudut ngaliyan, selalu ada forum-forum diskusi tentang masalah apapun. Karena kita tak pernah menabukan masalah apapun untuk di diskusikan, semuanya adalah ilmu begitulah kira-kira prinsip yang kita pegang.
Kita tinggalkan sejenak kehidupan intelektual, kita akan menuju kehidupan sosial. masyarakat Ngaliyan walau sudah terbilang sedikit modern, tapi masih memegang nilai-nilai persaudaraan. Asalkan kita ramah, mereka akan bersikap baik kepada kita. hal ini sudah saya buktikan di sekitar lingkungan kos saya yang itu adalah kompleks perumahan. Dengan keramahan-keramahan itu, bertambahlah keluarga saya di Ngaliyan.
Ketika menginjakkan kaki pertama kali di Ngaliyan, aku masih ingat betul, aku tak kenal siapa-siapa. Namun ketika akan meninggalkan Ngaliyan tanpa sadar aku harus berpamitan pada banyak orang. Dari sana aku sadar aku telah menemukan keluarga-keluarga baru di tempat kecil ini.
Kehidupan intelektual, dan juga sosial tak lengkap jika tanpa kehidupan spiritual. Dalam hingar-bingarnya kota semarang, Ngaliyan punya sisi spiritual yang tinggi. Ketika menjalani hidup dari awal di Ngaliyan aku berpegang pada “dzikir, fikir, amal sholih” bahwa kehidupan tidak boleh lepas dari tiga elemen itu. Jika hanya mengandalkan intelektual saja tanpa spiritual tak akan bisa melahirkan amal sholih. Dari situ saya sadar harus melengkapi aspek spiritual. Dari kebutuhan ini aku mengenal dua pribadi yang sudah seperti orang tua sendiri, aku memanggilnya Abah dan Umik, di tempat beliaulah spiritualku di carge.
Tak hentinya beliau selalu memberi petuah, layaknya kepada anaknya sendiri. Karena tidak dipungkiri kehidupan anak muda adalah kehidupan labil, yang harus selalu di kontrol. Dan sebagai penyeimbang adalah nasehat-nasehat dari Abah setiap malam selasa dan malam kamis.

Begitulah Ngaliyan, ketika aku tinggalkan pada 29 Januari 2015 yang lalu, tepat pada sebuah senja ku akhiri perjalanan panjangku di Ngaliyan, ya...sekitar empat setengah tahun aku di sana, tentunya dengan suka duka. Karena begitulah takdir hidup ini, terkadang ada suka terkadang ada duka, namun itu semua tergantung bagaimana kita memandangnya dengan bijak, bahwasanya hidup harus kita pandang dari berbagai sisi, agar kita tidak menjadi orang-orang yang picik. Terimakasih Ngaliyan, karenamu aku mampu bertahan. 

Hidupmu Pilihan atau di-Pilih-kan?

Jika berbicara aliran dalam teologi kita mengenal adanya paham jabariyah, yang beranggapan apa yang terjadi adalah sudah merupakan takdir ketentuan Tuhan, paham ini juga sering disebut fatalisme. Paham ini sering dilawankan dengan Qadariyah, yang beranggapan bahwa hidup kita tak hanya ketetapan Tuhan, namun juga ada campur tangan manusia. Sehingga kita tidak bisa semata-mata menyerahkan bahwa apa yang terjadi adalah takdir ataupun ketetapan Tuhan.
Namun, dalam hidup ini terkadang kita meresa menjalani sesuatu yang jika meminjam diksi anak sekarang adalah “enggak gue banget” artinya kita menjalani hidup yang sebenarnya tidak menjadi keinginan kita, namun kita masih tetap istiqomah di situ, dan bahkan melanjutkan kehidupan yang “enggak gue banget” tersebut. Dari fenomena tersebut, terkadang saya berfikir, apakah saya harus jabariyah menyikapi kehidupan yang seperti itu. Adanya keinginan untuk berpindah haluan nampaknya sulit, karena ibarat kata kita telah berjalan pada suatu lorong yang gelap dan panjang, kita tak tahu dimana letaak cabang pada lorong tersebut. Harus ada ledakan besar untuk kita tahu, dan keluar dari jalur awal kita. Dalam analogi ini, sebenarnya kita bisa keluar dari hidup yang menurut kita “enggak gue banget” ini dengan usaha yang sangat-sangat besar.
Masalah sudah teridentifikasi, solusi sudah ada. Namun untuk memulai solusi tersebut tak semuanya lancar. Ada berbagai macam faktor yang turut mempengaruhi dalam mencapai solusi tersebut. Diantaranya keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.
Sebenarnya, yang menjadi pembahasan tulisan ini tak jauh dari kehidupan seputar pendidikan. Kita sedang membincang linearitas, namun bukan linearitas studi pertama kita dengan studi ke dua dan seterusnya yang telah kita lalui. Kita sedang membincang linearitas antara studi yang kita lakoni dengan hati kita. Dalam studi yang kita lakoni saat ini, mungkin orang-orang melihat kita sangat enjoy dan bahkan menguasai apa yang kita lakoni.
Tidak ada yang mau tahu, apakah yang kita lakoni saat ini, linear dengan hati dan perasaan, dan saya rasa tidak!! ada keinginan untuk merubah jalan, karena kita tahu, bahwa untuk menemukan lorong yang lain harus ada ledakan besar. Dalam penciptaan ledakan besar tersebut kita membutuhkan piranti, dan piranti yang kita butuhkan adalah dukungan dari ketiga sektor tersebut, yaitu keluarga, sekolah dan juga masyarakat. Realitas, tak semuadah apa yang diteorikan, itu sudah jelas. Dan ketika telah demikian halnya kita hanya bisa berkata, ini adalah takdir Tuhan! Jabariyah lagi kan...


Jilbab Syar’i; yang bagaimana?

Jilbab atau yang saat ini lebih dikenal dengan istilah hijab sudah merupakan bagian dari fashion bagi perempuan. Banyaknya fariasi jilbab membuatnya semakin banyak diminati anak muda, apalagi ditambah dengan banyaknya tutorial hijab yang akan merubah penampilan kita menjadi semakin trendy dan kekinian. Ada berbagai macam tutorial hijab di internet, dari jilbab yang digunakan untuk kuliah, hang out, sampai ke acara resmi seperti pesta. Selain karena modelnya yang semakin banyak, peran pablik figure juga sangat berpengaruh dalam menghijabkan Indonesia.
Jilbab saat ini tak seperti masa lalunya, dimana orang yang mengenakan jilbab dianggap tidak gaul, kampungan, dan hanya dikenakan oleh orang tua. Karena memang jika kita menilik sejarah, di Indonesia pada zaman dahulu penutup kepala disebut kerudung. Baru tahun 1980 an penutup kepala ini disebut jilbab. Sedangkan pada masa Nabi Jilbab adalah merupakan pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kaki perempuan dewasa.
Sebenarnya tidak kita temukan batas aturan yang jelas mengenai jilbab ini dalam Al-Qur’an, sehingga orang-orang yang berjilbab mengekspresikannya dengan cara yang berbeda-beda. Di Indonesia misalnya, ada banyak jenis jilbab yang dikenakan perempuan. Ada yang mengenakan jilbab yang besar dengan bahan tebal (tidak transparan) serta bercadar, ada yang menggunakan jilbab dengan model putar sana-putar sini agar terlihat lebih trendy fashionable dan tentunya kekinian, ada juga yang menggunakannya dengan simpel dan ala kadarnya yang penting esensinya adalah menutup aurat.
Islam sebagai agama mempunyai dua sisi, yaitu sisi universal dan sisi lokal. Sisi universal adalah wahyu yang turun dari Allah SWT. Sedangkan pemahaman atas wahyu tersebut adalah merupakan sisi lokal. Begitupun dalam Islam ada yang namanya syari’at dan ada pula yang namanya fiqh. Dalam syari’at semuanya bersifat pasti, ajeg dan tidak boleh diubah-ubah. Berbeda halnya dengan fiqh yang masih bisa diinterpretasikan, sehingga ada berbagai macam ketentuan hukum yang dihasilkan.

Dalam bahasan ini, menutup aurat adalah merupakan syariat. Yang perintahnya telah disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat  al-ahzab ayat 59 dan An-nuur ayat 30-31. Namun bagaimana cara menutup aurat tidak dijelaskan secara rinci oleh Al-Qur’an, maka disinilah keistimewaannya. Setiap lokus memiliki ekspresinya masing-masing dalam mengejawentahkan perintah menutup aurat ini. Berbagai macam dan jenis kerudung pun sah digunakan jika esensinya adalah menutup aurat. Karena kerudung tidak hanya menyangkut masalah etika, tetapi juga masalah estetika.

Disaat Peminpin itu adalah “ah sudahlah”

كلكم راء وكل راء مسئول عن رعيته

"Kullukum Ra'in Wa Kullu Ra' in Mas'ulun 'An Ra'iyyatihi"


”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.” Begitulah hadis yang disampaikan Rasulullah. Dalam hadis tersebut tersirat sebuah tanggung jawab yang besar bagi seorang peminpin. Dan ketika kita bertanya, siapakah peminpin tersebut, maka jawabannya adalah masing-masing dari kita adalah pemimpin.
Manusia dihadirkan ke bumi berkedudukan sebagai abdullah dan khalifah fil ardh. Maka, dengan menyandang dua predikat itu manusia harus bisa bersikap seimbang. Seimbang disini artinya antara ia sebagai hamba dan pemimpin tidak boleh berat sebelah. Sebagai pemimpin manusia harus bisa bersikap bijaksana, sedangkan sebagai hamba manusia hanya bisa beribadah serta tawakkal kepada Allah. Dua predikat tersebut bagaikan satu keping mata uang yang keduanya saling terkait dan susah dipisahkan.
Sebagai pemimpin manusia berhak mengatur, menetapkan, serta membuat peraturan. Namun dibalik itu ada predikat seorang hamba yang daripadanya manusia harus terikat dengan tanggung jawab dengan Sang Khalik terkait dengan perbuatan yang ia lakukan. Menciptakan pemimpin yang baik harus kita mulai dari diri kita msing-masing, manakala baik dan selesai dalam ranah masing-masing individu maka tidak akan ada istilah krisis kepemimpinan, seperti yang dihadapi saat ini.
Kita tak perlu jauh-jauh untuk menyoroti pemimpin negara atau pemimpin-peminpin yang berderet di struktural kelembagaan. Kita amati saja disekitar kita, bagaimaan orang-orang menjadi pemimpin atas dirinya sendiri ataupun kelompoknya. Banyak yang melakukan pencitraan didepan khalayak, agar ia dielu-elukan sebagai orang yang hebat. Namun dibalik itu ada orang hebat lain yang berada di balik layar, yang berperan sebagai sutradara. Pemimpin yang seperti aktor ini lebih tepatnya tak disebut pemimpin, karena ia hanya memainkan peran pemimpin.
Pemimpin yang baik juga harus mampu menjadi pendengar yang baik. Artinya sebelum keputusan ia ambil, alangkah lebih baiknya menampung segala macam bentuk aspirasi yang diusung oleh masyarakatnya. Agar dalam kebijakan yang ditetapkan dapat membawa maslahat bagi khalayak umum.
Banyak orang yang gagal paham ketika memaknai arti pemimpin. Mereka menganggap pemimpin adalah presiden, pemimpin adalah gubernur atau bahkan bupati. Orang-orang lupa bahwa masing-masing dari mereka adalah pemimpin yang juga harus mempunyai jiwa kepemimpinan. Agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan juga bangsa.

Sibuk mencela, sibuk mengkritik sudah tidak jamannya lagi. Waktunya kita berbenah mulai dari diri sendiri dan mulai saat ini. Memperbaiki lebih baik daripada hanya sekedar sikap menyesali. Kita tumbuhkan kesadaran diri, bahwa kita adalah pemimpin yang baik dan bijaksana yang mampu berkontribusi untuk negeri, bukan hanya pemimpin yang “ah sudahlah” 

Setiap dari Kami adalah Pahlawan Masa Kini

10 November 2015 sudah banyak yang berbeda dengan 10 November 1945 di kota pahlawan kala itu. Sebuah peristiwa yang memuncak setelah terbunuhnya Brigadir Jendral Mallaby. Tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar dan menghancurkan gedung-gedung pemerintahan Surabaya. Jika kita membincang Surabaya pada masa itu, kita akan teringat pada sosok bung Tomo yang sangat heroik menyuarakan perlawanan. Gugurnya para pejuang pada 10 November tersebut kemudian dikenang sebagai hari pahlawan.
10 November saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik dari tujuh puluh tahun silam. Kita tak lagi berjuang dengan fisik, kita tak lagi harus bertaruh nyawa untuk mempertahankan kehormatan bangsa. Kita hanya perlu berkarya dan mengharumkan nama bangsa kita. Jika kita flash back ke sejarah masalalu, kita bisa membandingkan apakah yang kita lakukan saat ini sudah sebanding dengan apa yang dilakukan para pahlawan kita terdahulu. Untuk mengenang dan meneladani semangat perjuangan mereka maka kita harus melanjutkan perjuangan mereka. Karena kata sang proklamator kita bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.
Perjuangan kita saat ini tentunya dalam ranah dan aspek yang berbeda dengan perjuangan masa lalu. hari ini setiap kita adalah pahlawan, anggap saja demikian. Agar masing-masing dari individu mempunyai tanggung jawab terhadap kemajuan bangsa. Masyarakat Indonesia semuanya adalah pahlawan, pahlawan bagi bangsanya. Pelajar berjuang dalam aspek pendidikan, pengusaha dan wiraswasta berjuang dalam bidang ekonomi, para petani nelayan berjuang dalam bidang ketahanan pangan, semua lapisan masyarakat Indonesia adalah pahlawan, pahlawan dalam bidangnya masing-masing.

Menanamkan spirit kepahlawanan pada setiap individu akan berdampak pada sinergitas gerakan dari berbagai elemen masyarakat. Sehingga dalam masing-masing sektor yang kita geluti, semua aktivitas yang kita lakukan tak hanya sebatas masalah urusan “sekedar cukup untuk hidup”. Lebih dari itu, kita dalam keberbedaan yang ada harus mampu menguasai dunia. Sudah tidak saatnya lagi kita membicarakan konflik, korupsi, dan juga tindakan kriminalitas karena yang demikian itu adalah tindakan-tindakan yang menciderai nilai kepahlawanan. Hal-hal yang demikian hanya bisa merusak citra bangsa, dan para pelaku tindakan-tindakan tidak terpuji tersebut belum mampu memahami dan mengaplikasikan nilai kepahlawanan.

Mengeja Senja

kawan, aku melihat semburat jingga
diantara garis abu-abu yang samar-samar dan menjulang tinggi,
diantara putih yang sedikit pekat,
dan diantara abu-abu yang terpencar tak beraturan.
kawan, aku melihat mereka bertiga,
bersatu tapi tak menyatu
terpisah tapi tak sendiri
antara garis abu-abu yang samar dan menjulang,
putih yang sedikit pekat,
dan abu-abu yang tak beraturan
kawan, aku benar-benar melihat mereka bertiga,
mereka bertiga membelakangi semburat jingga yang elegan,
kawan, disini ku coba membaca garis hadirnya,
dan aku tak mampu
kawan, disini aku mencoba mengeja garis hadirnya lagi,
namun aku terbata.

Reposisi Tri Pusat Pendikan; Sebuah Refleksi


Salah satu indikator kemajuan sebuah bangsa dapat kita lihat dari kualitas pendidikannya. Semakin baik pendidikan pada suatu bangsa maka semakin maju pula peradaban bangsa tersebut. Pemerintah telah memberikan perhatian lebih di dunia pendidikan, sebab pendidikan merupakan ujung tombak perjuangan suatu bangsa.
Berbagai macam usaha dilakukan oleh pemerintah demi mewujudkan sebuah sistem pendidikan yang baik. Salah satunya adalah melalui pengembangan kurikulum. Perubahan kurikulum yang terjadi dari waktu ke waktu merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat saat ini. Sebagai contoh Kurikulum 2013. Kurikulum ini berusaha menyeimbangkan dan mengeksplore potensi hard skill dan soft skill yang dimiliki oleh siswa. Selain itu tujuan utama kurikulum ini untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi insan yang produktif, kreatif dan inovatif.
Sudah seharusnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, dan tidak hanya mengandalkan pemerintah melalui written curriculumnya. Dalam hal ini semua lapisan masyarakat harus turut serta dalam memajukan dunia pendidikan. Mereduksi pemikiran Ki Hajar Dewantoro tokoh pendidikan bangsa ini yang menegaskan bahwa lingkungan pendidikan merupakan tri pusat pendidikan meliputi tiga elemen yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Harus ada sinergitas antara ketiganya dan kesadaran masing-masing elemennya untuk mewujudkan sebuah cita-cita bersama.
Tujuan pendidiakn Nasional sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi peseta didik agar menajdi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Demi mewujudkan tujuan pendidikan Nasional tersebut maka sudah seharusnya antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dapat memainkan perannya masing-masing. Lingkungan keluarga harus mampu menjadi kontrol yang baik bagi anak. Karena pembentukan sikap dasar pada seorang anak tergantung dari cara keluarga mendidiknya. Orang tua ketika sudah menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan, tugas orang tua untuk mendidik anaknya tidak lantas purna. Mereka tetap menjadi kontrol yang baik bagi anak. Kontrol orang tua dapat dilakukan dengan mengetahui pola belajar anak, pertemanan anak, hingga apa yang ditonton oleh anak.
Selanjutnya beranjak dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan yang ke dua adalah lingkungan sekolah. Disini belajar dilakukan secara terstruktur melalui written curriculum yang ada. Namun dalam hal ini sekolah turut serta mengembangkan hidden curriculum. Guru dituntut untuk kreatif dalam membentuk pribadi siswa diluar jam sekolah. Jadi, diluar jam sekolah seorang siswa harus diarahkan untuk melakukan hal-hal yang sifatnya positif. Dalam hal ini guru harus menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Lingkungan sekolah yang dianggap memiliki peranan yang paling besar harus mampu memegang tanggung jawabnya. Didalam kurikulum 2013, pemerintah telah menyusun sedemikian rupa agar menghasilkan out put  yang berkualitas dan bermoral. Guru memiliki peranan yang urgen, guru tidak hanya melakukan transfer of knowlegde tetapi juga harus melalkukan transfer of value.
Sementara lingkungan masyarakat adalah lingkungan penentu, ke arah mana pendidikan seorang siswa akan dibawa. Kesadaran bersama dalam sebuah masyarakat sangat diharapkan, agar bisa menjadi feed back yang baik bagi diri siswa ketika telah mendapat dasar pendidikan pada lingkungan keluarga dan sekolah. Sudah seharusnya lingkungan masyarakat sebagai ruang untuk kita belajar bersosialisasi satu sama lain untuk menerapkan rasa persaudaraan, tolong menolong, toleransi dan perbuatan terpuji lainnya. Lingkungan masyarakat bisa menjadi ruang aktualisasi sekaligus tempat belajar yang baik bagi siswa.
Sebuah Refleksi
Hari ini jika kita lihat dunia pendidikan jauh dari apa yang negara kita cita-citakan. Banyak terjadi tawuran pelajar, seks bebas, tindak kekerasan dan tindakan amoral lainnya. Hal ini menunjukkan bahwasanya pendidikan kita belum bisa dikatakan berhasil dalam membangun insan yang beradab. Hal ini harus menjadi refleksi kita bersama, karena bagaimanapun proses sebuah pendidikan adalah tergantung pada tri pusat pendidikan tersebut. Jika masing-masing elemen dapat mengoptimalkan perannya dengan baik maka terciptalah sinergitas proses belajar yang baik.
Namun apa yang kita harapkan nampaknya masih jauh dari kenyataan. Misalnya dalam lingkungan keluaga, idealnya orang tua menjadi kontrol bagi anak, hal ini sering terabaikan. Mereka banyak yang beranggapan jika sudah memasukkan anak mereka di sekolah berarti semua masalah selesai. Sehingga anak bebas dalam bergaul, bebas dalam memanfaatkan fasilitas yang ada mulai dari tontonan TV hingga internet, jika semuanya itu dilakukan tanpa kontrol justru akan menjerumuskan anak.
      Dalam lingkungan sekolah dan masyarakat demikian banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Dari tawuran pelajar, narkoba, miras, sek bebas dan tindakan amoral lainnya. Kesemuanya itu menunjukkan bahwasanya pendidikan Indonesia masih punya banyak Pekerjaan Rumah (PR). PR tersebut menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat. Bagaimanapun sukses tidaknya sebuah pendidikan dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan tersebut. Maka, jika selama ini peran ke tiganya kurang optimal, maka kita sebagai warga yang menginginkan kemajuan Indonesia harus melakukan reposisi atau memposisikan kembali lingkungan-lingkungan tersebut sesuai dengan idealnya guna menunjang berhasil dan majunya sebuah proses pendidikan.


Nologaten, Aku Rindu “MATO”-mu


Mato adalah sebuah warung kopi yang buka 24 jam. Tak hanya menjual kopi, warung ini juga menjual berbagai macam jajanan dan juga aneka makanan. Tentunya dengan harga yang sangat terjangkau. Pertama kali aku mengunjunginya di hari pertama awal tahun, siang itu aku berada di sana hingga menyongsong senja. Namun hari itu aku belum menikmati kopinya. Barulah keesokan harinya; di hari ke dua awal tahun aku datang lagi ke sana dan merasakan kopinya, di bangku depan dekat pintu aku duduk. Duduk diantara dua cangkir yang penuh dengan kenangan. Aku menikmati suasana disini hingga menjelang senja, karena kawan-kawan yang lain menahanku untuk pulang hari ini, maka kutambah satu hari waktuku di sini.
Sejak saat itu, entah mengapa Mato dan kopinya menjadi sangat istimewa bagiku. Di lain kesempatan aku datangi lagi tempat ini, entah sudah berapa lama aku pun lupa. Yang jelas waktu itu sudah malam, dan hingga menjelang pagi aku baru beranjak dari tempat itu. Kurasakan tiga varian kopi pada malam itu, antara kopasus, kopasus kotok, sukop dan aku sedikit mengerti perbedaannya.
Sampai hari itu rasanya belum tega aku meninggalkan Mato, seperti ada yang tertinggal, seperti aku mencari sesuatu yang hilang di sana malam itu. Kuperhatikan setiap orang yang datang bergerombol, seperti aku mencari seseorang. Sambil sesekali aku bersautan kata dengan teman-teman yang lain, yang mereka sedang asik memainkan permainan khas ala warung kopi.
Malam itu aku tak menemui apa yang ku cari hingga aku meninggalkan tempat itu, aku melihat bangku di dekat pintu depan itu. Seketika diriku tertarik pada hari ke dua awal tahun lalu. dan, aku mengabaikannya walau tak sepenuhnya, disini aku masih seperti mencari seseorang.
Selang sehari, hari ini adalah hari terakhir di kota ini, aku tak mau meninggalkannya tanpa berpamitan dengan Mato. Barang kali aku menemukannya pagi ini, sesuatu yang aku cari. Kawan-kawanku kali ini menghendaki pagi sebagai waktu untuk kita habiskan di Mato. Dan pagi itu bangun tidur, aku langsung cuci muka dan sikat gigi dan kita menuju ke sana hingga setengah siang. Dengan begitu aku dapat meninggalkan kota ini dengan tenang.
Dan hingga saat ini, entah berapa lama aku tak melewati nologaten,
Entah berapa lama aku tak menikmati kopasus/ sukop Mato,
Entah berapa lama aku berusaha mencari lagi sesuatu yang hilang itu,

Dan entah..harus berapa lama lagi kutahan rinduku pada Mato-mu 

Kata Mereka

Kata mereka aku pemilih,
Kataku aku menunggu dipilih
Kata mereka aku gengsi,
Kataku aku hanya menjaga harga diri
Kata mereka aku sempurna,
Kataku aku tak ada apa-apanya dibanding dia
kata mereka rindu itu menggebu,
kataku rindu itu membelenggu
kata mereka rasa cinta itu anugrah,
kataku itu tak lebih dari musibah
kata mereka senja itu hanya semburat merah,
kataku senja sangatlah megah
kata mereka kopi itu pahit,
kataku kopi itu komplit
langit..masih bisakah kutawar garis hidupku?


Analisis Kurikulum 2013

LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Pengembangan kurikulum 2013 dilandasi secara filosofis, yuridis dan konseptual sebagai berikut:
1.    Landasan Filosofis
a.       Filosofis pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan
b.      Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai-nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.
2.    Landasan Yuridis
a.       RPJMM 2010-2014 sektor pendidikan, tentang perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum.
b.      PP No. 19 tahun 2010, tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
c.       INPRES nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.
3.    Landasan Konseptual
Ø  Relevansi pendidikan (link and match)
Ø  Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter
Ø  Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
Ø  Pembelajaran aktif (student active learning)
Ø  Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh




ANALISIS LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Pada dasarnya landasan pengembangan kurikulum 2013 yang meliputi landasan filosofis, yuridis dan konseptual sudah bisa dikatakan bagus. Hanya saja dalam penerapan kurikulum 2013 dibutuhkan SDM yang mumpuni juga. Karena sekuat apapun landasan yang digunakan sebagus apapun konsep yang ditawarkan jika tidak dibarengi dengan kemampuan aktif para aktor pendidikan itu akan menjadi percuma. Hal ini bisa kita lihat pada implementasi kurikulum 2013. Sebenarnya konsep yang ditawarkan sangat bagus sekali untuk menciptakan para penerus bangsa yang hebat. Yang pada kurikulum ini menekankan pada aspek pendidikan karakter.
Bagaimanapun juga pembentukan karakter sangat dibutuhkan para peserta didik saat ini. Mengingat, merekalah yang kelak akan melanjutkan estafet perjuangan bangsa ini kedepan. Maka perlu kiranya, generasi-generasi baru yang lahir harus memiliki moral yang baik demi kemajuan bangsa. Melihat Indonesia saat ini yang sedang dilanda krisis multi dimensi, maka sudah seharusnya dunia pendidikan turut andil dalam menyembuhkan penyakit kronis yang sedang dialami Indonesia.
Melalui pendidikan, dan melalui kurikulum harapannya Indonesia dapat melahirkan orang-orang hebat. Karena bagaimanapun juga kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari seberapa maju pendidikan di bangsa tersebut. Dan kita sedang berupaya akan hal tersebut. Maka dari itu, harapannya kurikulum dalam ranah sosiologis tidak hanya merupakan arena kontestasi bagi para elit politik. Sehingga muncul asumsi bahwa setiap ganti menteri berganti pula kurikulumnya. Hal tersebut harus benar-benar kita cermati, mengingat cita-cita bangsa ini yang begitu besar untuk membangun bangsa yang lebih hebat. Maka sudah selayaknya dalam penyusunan kurikulum harus terhindar dari praktik-praktik yang berbau tendensius. Selain itu dalam pengembangannya kurikulum harus memiliki landasan yang kuat, agar pengembangannya dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Dalam penetapan landasan kurikulum harus memuat landasan filosofis, yuridis, serta konseptual.
Sudah selayaknya semua elemen bersatu padu untuk menciptakan dunia pendidikan yang harmonis. Tidak hanya pada lingkungan sekolah saja melainkan lingkungan keluarga dan masyarakat. Guru juga harus berperan aktif, dan tanggap terhadap transformasi yang ada. Jangan sampai konsepnya sudah diatas langit namun eksekutornya masih dibawah tanah. Artinya guru harus bisa mengimbangi dan menjalankan apa yang menjadi tujuan dan cita-cita bersama.
 Berikut analisis per-poin dalam ke tiga landasan yang tertera di atas:
Landasan Filosofis
Ø  Filosofis pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan.
Sudah sepatutnya pancasila menjadi landasan filosofis utama dalam pengembangan kurikulum. Karena pancasila juga merupakan dasar NKRI sehingga apa-apa yang terdapat dalam pancasila, merupakan keterwakilan masyarakat Indonesia. Selain itu pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberikan kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia, dan memberikan bimbingan dalam kesejahteraan hidup baik lahir maupun batin. Di dalam pancasila memuat nilai-nilai luhur seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang ke limanya harus menjadi dasar dalam pembangunan pendidikan di Indonesia.
Landasan yang bagus ini seharusnya kita dapat mengimplementasikannya dengan baik. Agar nilai dalam pancasila tidak kehilangan ruhnya, miris sekali ketika sila-sila dalam pancasila itu dihafal di luar kepala namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak di implementasikan dengan baik.
Ø  Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai-nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.
Out put yang baik dari sebuah proses pendidikan adalah apabila peserta didik dapat menjadi insan kamil. Yaitu manusia yang sadar akan posisinya sebagai abdullah dan khalifah fil arldh maka dari itu landasa filosifis yang kedua dalam pengembangan kurikulum ini didasarkan pada nilai-nilai luhur dan nilai-nilai akademik, serta apa-apa yang menjadi kebutuhan peserta didik yang nantinya itu adalah merupakan bekal bagi peserta didik untuk dapat hidup di masyarakat. Sehingga dalam proses pendidikan dapat terbentuk manusia-manusia yang cerdas yang berbudi luhur serta tanggap terhadap problematika masyarakat. Hal ini seperti yang disebut Antonio Gramsci tentang intelektual organik, yaitu mereka para teoritis yang menyatu secara organik dengan kebudayaan dan aktivitas masyarakat. Mereka tidak menyebarluaskan pengetahuan secara formal kepada masyarakat, namun mereka bergabung dan hidup bersama untuk membangun sebuah masyarakat yang dinamis.

Landasan Yuridis
Ø  RPJMM 2010-2014 sektor pendidikan tentang perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum.
Dengan landasan ini, dalam kurikulum 2013 dihadirkan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran  demi kelulusan ujian (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya dan bahasa Indonesia.
Pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek kognitif semata-mata tepai juga harus mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik secara holistik.
Dalam penataan kurikulum dibagi menjadi penataan pada tingkat nasional, daerah, sekolah dan seterusnya. Dalam hal ini ada pemberian kewenangan kepada sekolah untuk menyusun silabus, buku teks siswa dan buku panduan guru. Pemerintah daerah akan menyiapkan KD, silabus, buku teks siswa, dan buku panduan guru untuk muatan lokal.
Namun sekali lagi dalam penataan kurikulum ini harus ada pemantauan agar buku yang dipelajari siswa isinya sesuai dengan apa yang diinginkan. Karena akhir ini, marak sekali buku-buku yang beredar terutama buku Pendidikan Agama Islam yang isinya banyak mengajarkan tentang radikalisme.
Ø  PP No. 19 tahun 2010, tentang Standar Nasional Pendidikan.
Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang mana dalam hal ini ada 8 standar pendidikan.
Pertama, Standar isi yang  mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Ke dua,standar proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif , inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ke tiga, standar kompetensi lulusan Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
Ke empat, standar pendidik dan tenaga kependidikan.
Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum:
a. lulusan diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) untuk program diploma;
b. lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (S1); dan
c. lulusan program doktor (S3) untuk program magister (S2) dan program doktor (S3).
Tenaga Kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya.
Ke lima, standar sarana dan prasarana
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Ke enam, standar pengelolaan. Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
Ke tujuh, standar pembiayaan Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Ke delapan, standar penilaian pendidikan Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
a. penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
b. penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
   Dengan berlandaskan 8 standar pendidikan yang telah ditetapkan jika dalam pelaksanaannya bagus maka akan berkualitaslah out put nya. Sayangnya belum semua lembaga pendidikan dapat memenuhi 8 standar pendidikan ini secara ideal.
Ø  INPRES nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.
Selain perubahan yang lebih menekankan sisi afektif kurikulum 2013 juga mengupayakan terciptanya suasana belajar yang aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa. Jadi selain peserta didik tersebut cerdas dan mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional, tetapi tetap berbudaya Indonesia, yang sopan, santun, cerdas, bermoral serta berkarakter.
Landasan Konseptual
Ø  Relevansi pendidikan (link and match)
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia. Langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman, dan perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru. Relevansi pendidikan adalah sejauh mana sistem pendidikan dapat mengahsilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Hasil dari pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam. Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output-outcome. Input disini berupa peserta didik, kurikulum, guru, dll. Sedangkan proses adalah berkaitan dengan proses pembelajaran, yang outputnya dapat dilihat dari kemampuan peserta didik berdasarkan hasil pengukuran kemampuannya. Dan outcomenya dapat berupa peningkatan mutu lulusan yang dapat dilihat dari berapa lulusan yang melanjutkan studi dan berapa lulusan yang survive di dunia kerja. Maka dari itu mutu input dan proses sangat menentukan mutu output dan outcome. Maka dari itu pada kurikulum 2013 lebih ditekankan bagaimana membangun kesadaran dan daya kreatif siswa.
Ø  Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter
Dari penyempurnaan kurikulum yang telah ada, kurikulum 2013 hadir dengan penekanan pada peningkatan kompetensi dan pembentukan karakter. Karena sangat percuma jika seorang siswa mahir dalam sisi kognitifnya namun dalam segi afektif ia tertinggal. Seperti hanya ia mampu berteori, tapi gagap dalam menyelesaikan problematika yang ada disekitarnya. Maka dari itu, konsep yang diusung dalam kurikulum ini adalah belajar dari realitas. Agar kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya berimbang.
Ø  Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
Apa yang dipelajari siswa adalah apa yang dialaminya di kehidupan nyata. Tidak seperti kurikulum sebelumnya yang terlalu padat teorinya, namun implementasinya dalam realitas kehidupan sangat kecil. Maka dari itu dalam pengembangannya kurikulum 2013 berlandaskan pada pembelajaran kontekstual.
contextual teaching and learning sebagai konsep belajar membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam   kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yaitu kontruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
Hal ini sebagaimana konsep pendidikan yang ditawarkan Paulo Freire sebagai antitesis pendidikan bergaya bank, dan untuk pendidikan ini Freire menyebutnya dengan pendidikan hadap masalah. Karena yang menjadi objek belajar siswa adalah realitas kehidupan yang dihadapi oleh siswa.
Ø  Pembelajaran aktif (student active learning)
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa  (Student Centred Learning) menjadi pendekatan wajib bagi pembelajaran kurikulum 2013 yang mendahulukan kepentingan dan kemampuan siswa (dalam belajar). Pembelajaran aktif harus memberi ruang bagi siswa untuk belajar menurut ketertarikannya,kemampuan pribadinya, gaya belajarnya. Siswa secara natural berbeda-beda satu dengan yang lainnya baik dalam ketertarikannya terhadap suatu bahan ajar, kemampuan intelektual masing-masing maupun dalam gaya belajar yang disukainya. Guru dalam pembelajaran kurikulum 2013 yang ingin menciptakan pembelajaran aktif harus berperan sebagai fasilitator yang mampu membangkitkan ketertarikan siswa terhadap suatu materi belajar dan menyediakan beraneka pendekatan cara belajar sehingga siswa (yang berbeda-beda tersebut) memperoleh metoda belajar yang paling sesuai baginya. Lebih jauh lagi kemampuan intelektual dari masing-masing siswa berbeda-beda. Sebagian siswa bisa belajar secara mandiri dengan cara mendengar, membaca, melihat, menonton video, mengikuti demonstrasi keahlian tertentu dsb. sendiri tanpa orang lain membantunya, namun sebagian lainnya siswa perlu berinteraksi / berkolaborasi dengan lingkungan belajar lainnya seperti dengan teman-temannya, guru, lingkungan kelas, sekolah dan bahkan perlu bekerja bersama dalam suatu kelompok kerja. Sebagian yang lain lagi perlu sedikit bermain dengan tantangan dsb.
Ø  Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh
Dalam sistem penilaiannya kurikulum 2013 menekankan pada penilaian terhadap tiga komponen dalam proses. Tiga komponen tersebut adalah skill (ketrampilan), knowledge (pengetahuan), dan attitude (perilaku). Tiga komponen itu didapatkan ketika proses pembelajaran berlangsung. Jadi tidak hanya hasil tes tertulis saja yang dinilai dalam sistem penilaian kurikulum 2013 ini.
Dengan penialain yaang valid, utuh dan menyeluruh diharapkan siswa dapat terbentuk sesuai konsep yang diinginkan.
Pada dasarnya landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum 2013 sudah sangat kuat, dan sudah mencakup berbagai aspek. Mulai dari landasan filosofis, yuridis, dan konseptualnya sudah sangat jelas. Namun ketika kita lihat di lapangan, sepertinya penerapan kurikulum  2013 belum semuanya siap. Hingga sempat muncul pernyataan dari mentri pendidikan untuk kembali pada kurikulum yang lama yaitu KTSP. Jika kita kembali pada KTSP maka bukannya kita mengambil langkah maju tetapi mengambil langkah mundur satu langkah. Hingga ahirnya, dalam lembaga pendidikan saai ini masih ada yang menggunakan kurikulum 2013 dan KTSP. Sebenarnya konsep dari kurikulum 2013 sudah sangat bagus, hanya saja terkadang belum semua daerah siap untuk melaksanakannya, walaupun sebenarnya sudah banyak dilakukan sosialisasi. Terkadang guru masih terjebak pada sistem pembelajaran yang monoton, yang memposisikan siswa hanya sebagai pendengar. Sehingga tidak tercipta suasana pembelajaran aktif dalam kelas. Selain itu model pembelajaran tematik integratif masih sering membuat guru terjebak masuk ke dunia mata pelajaran yang parsial. Harus ada keserasian antara guru, sarana prasarana di sekolah, siswa dan konsep yang ditawarkan kurikulum 2013. Jika semuanya selaras maka terciptalah generasi-generasi bangsa yang cerdas, punya daya saing yang tinggi, memegang teguh nilai-nilai budaya, bermoral dan berkarakter. Dengan generasi-generasi emas seperti itu tak ayal lagi Indonesia menjadi sebuah negara yang berpendidikan tinggi.