Mengeja Senja

kawan, aku melihat semburat jingga
diantara garis abu-abu yang samar-samar dan menjulang tinggi,
diantara putih yang sedikit pekat,
dan diantara abu-abu yang terpencar tak beraturan.
kawan, aku melihat mereka bertiga,
bersatu tapi tak menyatu
terpisah tapi tak sendiri
antara garis abu-abu yang samar dan menjulang,
putih yang sedikit pekat,
dan abu-abu yang tak beraturan
kawan, aku benar-benar melihat mereka bertiga,
mereka bertiga membelakangi semburat jingga yang elegan,
kawan, disini ku coba membaca garis hadirnya,
dan aku tak mampu
kawan, disini aku mencoba mengeja garis hadirnya lagi,
namun aku terbata.

Reposisi Tri Pusat Pendikan; Sebuah Refleksi


Salah satu indikator kemajuan sebuah bangsa dapat kita lihat dari kualitas pendidikannya. Semakin baik pendidikan pada suatu bangsa maka semakin maju pula peradaban bangsa tersebut. Pemerintah telah memberikan perhatian lebih di dunia pendidikan, sebab pendidikan merupakan ujung tombak perjuangan suatu bangsa.
Berbagai macam usaha dilakukan oleh pemerintah demi mewujudkan sebuah sistem pendidikan yang baik. Salah satunya adalah melalui pengembangan kurikulum. Perubahan kurikulum yang terjadi dari waktu ke waktu merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat saat ini. Sebagai contoh Kurikulum 2013. Kurikulum ini berusaha menyeimbangkan dan mengeksplore potensi hard skill dan soft skill yang dimiliki oleh siswa. Selain itu tujuan utama kurikulum ini untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi insan yang produktif, kreatif dan inovatif.
Sudah seharusnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, dan tidak hanya mengandalkan pemerintah melalui written curriculumnya. Dalam hal ini semua lapisan masyarakat harus turut serta dalam memajukan dunia pendidikan. Mereduksi pemikiran Ki Hajar Dewantoro tokoh pendidikan bangsa ini yang menegaskan bahwa lingkungan pendidikan merupakan tri pusat pendidikan meliputi tiga elemen yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Harus ada sinergitas antara ketiganya dan kesadaran masing-masing elemennya untuk mewujudkan sebuah cita-cita bersama.
Tujuan pendidiakn Nasional sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi peseta didik agar menajdi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Demi mewujudkan tujuan pendidikan Nasional tersebut maka sudah seharusnya antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dapat memainkan perannya masing-masing. Lingkungan keluarga harus mampu menjadi kontrol yang baik bagi anak. Karena pembentukan sikap dasar pada seorang anak tergantung dari cara keluarga mendidiknya. Orang tua ketika sudah menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan, tugas orang tua untuk mendidik anaknya tidak lantas purna. Mereka tetap menjadi kontrol yang baik bagi anak. Kontrol orang tua dapat dilakukan dengan mengetahui pola belajar anak, pertemanan anak, hingga apa yang ditonton oleh anak.
Selanjutnya beranjak dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan yang ke dua adalah lingkungan sekolah. Disini belajar dilakukan secara terstruktur melalui written curriculum yang ada. Namun dalam hal ini sekolah turut serta mengembangkan hidden curriculum. Guru dituntut untuk kreatif dalam membentuk pribadi siswa diluar jam sekolah. Jadi, diluar jam sekolah seorang siswa harus diarahkan untuk melakukan hal-hal yang sifatnya positif. Dalam hal ini guru harus menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Lingkungan sekolah yang dianggap memiliki peranan yang paling besar harus mampu memegang tanggung jawabnya. Didalam kurikulum 2013, pemerintah telah menyusun sedemikian rupa agar menghasilkan out put  yang berkualitas dan bermoral. Guru memiliki peranan yang urgen, guru tidak hanya melakukan transfer of knowlegde tetapi juga harus melalkukan transfer of value.
Sementara lingkungan masyarakat adalah lingkungan penentu, ke arah mana pendidikan seorang siswa akan dibawa. Kesadaran bersama dalam sebuah masyarakat sangat diharapkan, agar bisa menjadi feed back yang baik bagi diri siswa ketika telah mendapat dasar pendidikan pada lingkungan keluarga dan sekolah. Sudah seharusnya lingkungan masyarakat sebagai ruang untuk kita belajar bersosialisasi satu sama lain untuk menerapkan rasa persaudaraan, tolong menolong, toleransi dan perbuatan terpuji lainnya. Lingkungan masyarakat bisa menjadi ruang aktualisasi sekaligus tempat belajar yang baik bagi siswa.
Sebuah Refleksi
Hari ini jika kita lihat dunia pendidikan jauh dari apa yang negara kita cita-citakan. Banyak terjadi tawuran pelajar, seks bebas, tindak kekerasan dan tindakan amoral lainnya. Hal ini menunjukkan bahwasanya pendidikan kita belum bisa dikatakan berhasil dalam membangun insan yang beradab. Hal ini harus menjadi refleksi kita bersama, karena bagaimanapun proses sebuah pendidikan adalah tergantung pada tri pusat pendidikan tersebut. Jika masing-masing elemen dapat mengoptimalkan perannya dengan baik maka terciptalah sinergitas proses belajar yang baik.
Namun apa yang kita harapkan nampaknya masih jauh dari kenyataan. Misalnya dalam lingkungan keluaga, idealnya orang tua menjadi kontrol bagi anak, hal ini sering terabaikan. Mereka banyak yang beranggapan jika sudah memasukkan anak mereka di sekolah berarti semua masalah selesai. Sehingga anak bebas dalam bergaul, bebas dalam memanfaatkan fasilitas yang ada mulai dari tontonan TV hingga internet, jika semuanya itu dilakukan tanpa kontrol justru akan menjerumuskan anak.
      Dalam lingkungan sekolah dan masyarakat demikian banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Dari tawuran pelajar, narkoba, miras, sek bebas dan tindakan amoral lainnya. Kesemuanya itu menunjukkan bahwasanya pendidikan Indonesia masih punya banyak Pekerjaan Rumah (PR). PR tersebut menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat. Bagaimanapun sukses tidaknya sebuah pendidikan dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan tersebut. Maka, jika selama ini peran ke tiganya kurang optimal, maka kita sebagai warga yang menginginkan kemajuan Indonesia harus melakukan reposisi atau memposisikan kembali lingkungan-lingkungan tersebut sesuai dengan idealnya guna menunjang berhasil dan majunya sebuah proses pendidikan.


Nologaten, Aku Rindu “MATO”-mu


Mato adalah sebuah warung kopi yang buka 24 jam. Tak hanya menjual kopi, warung ini juga menjual berbagai macam jajanan dan juga aneka makanan. Tentunya dengan harga yang sangat terjangkau. Pertama kali aku mengunjunginya di hari pertama awal tahun, siang itu aku berada di sana hingga menyongsong senja. Namun hari itu aku belum menikmati kopinya. Barulah keesokan harinya; di hari ke dua awal tahun aku datang lagi ke sana dan merasakan kopinya, di bangku depan dekat pintu aku duduk. Duduk diantara dua cangkir yang penuh dengan kenangan. Aku menikmati suasana disini hingga menjelang senja, karena kawan-kawan yang lain menahanku untuk pulang hari ini, maka kutambah satu hari waktuku di sini.
Sejak saat itu, entah mengapa Mato dan kopinya menjadi sangat istimewa bagiku. Di lain kesempatan aku datangi lagi tempat ini, entah sudah berapa lama aku pun lupa. Yang jelas waktu itu sudah malam, dan hingga menjelang pagi aku baru beranjak dari tempat itu. Kurasakan tiga varian kopi pada malam itu, antara kopasus, kopasus kotok, sukop dan aku sedikit mengerti perbedaannya.
Sampai hari itu rasanya belum tega aku meninggalkan Mato, seperti ada yang tertinggal, seperti aku mencari sesuatu yang hilang di sana malam itu. Kuperhatikan setiap orang yang datang bergerombol, seperti aku mencari seseorang. Sambil sesekali aku bersautan kata dengan teman-teman yang lain, yang mereka sedang asik memainkan permainan khas ala warung kopi.
Malam itu aku tak menemui apa yang ku cari hingga aku meninggalkan tempat itu, aku melihat bangku di dekat pintu depan itu. Seketika diriku tertarik pada hari ke dua awal tahun lalu. dan, aku mengabaikannya walau tak sepenuhnya, disini aku masih seperti mencari seseorang.
Selang sehari, hari ini adalah hari terakhir di kota ini, aku tak mau meninggalkannya tanpa berpamitan dengan Mato. Barang kali aku menemukannya pagi ini, sesuatu yang aku cari. Kawan-kawanku kali ini menghendaki pagi sebagai waktu untuk kita habiskan di Mato. Dan pagi itu bangun tidur, aku langsung cuci muka dan sikat gigi dan kita menuju ke sana hingga setengah siang. Dengan begitu aku dapat meninggalkan kota ini dengan tenang.
Dan hingga saat ini, entah berapa lama aku tak melewati nologaten,
Entah berapa lama aku tak menikmati kopasus/ sukop Mato,
Entah berapa lama aku berusaha mencari lagi sesuatu yang hilang itu,

Dan entah..harus berapa lama lagi kutahan rinduku pada Mato-mu 

Kata Mereka

Kata mereka aku pemilih,
Kataku aku menunggu dipilih
Kata mereka aku gengsi,
Kataku aku hanya menjaga harga diri
Kata mereka aku sempurna,
Kataku aku tak ada apa-apanya dibanding dia
kata mereka rindu itu menggebu,
kataku rindu itu membelenggu
kata mereka rasa cinta itu anugrah,
kataku itu tak lebih dari musibah
kata mereka senja itu hanya semburat merah,
kataku senja sangatlah megah
kata mereka kopi itu pahit,
kataku kopi itu komplit
langit..masih bisakah kutawar garis hidupku?