Nologaten, Aku Rindu “MATO”-mu


Mato adalah sebuah warung kopi yang buka 24 jam. Tak hanya menjual kopi, warung ini juga menjual berbagai macam jajanan dan juga aneka makanan. Tentunya dengan harga yang sangat terjangkau. Pertama kali aku mengunjunginya di hari pertama awal tahun, siang itu aku berada di sana hingga menyongsong senja. Namun hari itu aku belum menikmati kopinya. Barulah keesokan harinya; di hari ke dua awal tahun aku datang lagi ke sana dan merasakan kopinya, di bangku depan dekat pintu aku duduk. Duduk diantara dua cangkir yang penuh dengan kenangan. Aku menikmati suasana disini hingga menjelang senja, karena kawan-kawan yang lain menahanku untuk pulang hari ini, maka kutambah satu hari waktuku di sini.
Sejak saat itu, entah mengapa Mato dan kopinya menjadi sangat istimewa bagiku. Di lain kesempatan aku datangi lagi tempat ini, entah sudah berapa lama aku pun lupa. Yang jelas waktu itu sudah malam, dan hingga menjelang pagi aku baru beranjak dari tempat itu. Kurasakan tiga varian kopi pada malam itu, antara kopasus, kopasus kotok, sukop dan aku sedikit mengerti perbedaannya.
Sampai hari itu rasanya belum tega aku meninggalkan Mato, seperti ada yang tertinggal, seperti aku mencari sesuatu yang hilang di sana malam itu. Kuperhatikan setiap orang yang datang bergerombol, seperti aku mencari seseorang. Sambil sesekali aku bersautan kata dengan teman-teman yang lain, yang mereka sedang asik memainkan permainan khas ala warung kopi.
Malam itu aku tak menemui apa yang ku cari hingga aku meninggalkan tempat itu, aku melihat bangku di dekat pintu depan itu. Seketika diriku tertarik pada hari ke dua awal tahun lalu. dan, aku mengabaikannya walau tak sepenuhnya, disini aku masih seperti mencari seseorang.
Selang sehari, hari ini adalah hari terakhir di kota ini, aku tak mau meninggalkannya tanpa berpamitan dengan Mato. Barang kali aku menemukannya pagi ini, sesuatu yang aku cari. Kawan-kawanku kali ini menghendaki pagi sebagai waktu untuk kita habiskan di Mato. Dan pagi itu bangun tidur, aku langsung cuci muka dan sikat gigi dan kita menuju ke sana hingga setengah siang. Dengan begitu aku dapat meninggalkan kota ini dengan tenang.
Dan hingga saat ini, entah berapa lama aku tak melewati nologaten,
Entah berapa lama aku tak menikmati kopasus/ sukop Mato,
Entah berapa lama aku berusaha mencari lagi sesuatu yang hilang itu,

Dan entah..harus berapa lama lagi kutahan rinduku pada Mato-mu 

0 komentar:

Posting Komentar