“Dialektika Islam dan Budaya Lokal”


”Wahyu bukanlah sesuatu yang berada di luar konteks yang kukuh tak berubah, melainkan berada dalam konteks yang mengalami perubahan demi perubahan. (Prof. Hassan Hanafi)”
Sebuah pernyataan yang diungkapkan seorang pemikir progresif Islam dari Mesir tersebut, menggambarkan Islam sebgai agama yang rahmatan lil alamin. Yang mana Islam sebagai agama mampu mengkolaborasikan antara wahyu dan tradisi disebuah daerah. Sebut saja Arab, daerah dimana Islam pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad. Islam mampu berdialektika dengan budaya Arab pada waktu itu, sehingga sedikit demi sedikit masyarakat dapat menerima kehadiran Islam. Kehadiran Islam di daerah Arab sangat memperhatikan unsur lokalitas daerah tersebut, dimana sebagian tradisi yang bersifat baik masih ada yang dipegang oleh masyarakat, dan itu tidak serta merta dihilangkan karena itu merupakan identitas budaya mereka.
Islam masuk dan berbaur dalam suatu wilayah tentu saja tidak dalam keadaan budaya yang kosong. Begitu pula ketika Islam masuk ke Indonesia, sebelumnya telah ada kebudayaan Hindu Budha yang terlebih dulu singgah dan mengakar dalam kehidupan masyarakat indonesia. Perlahan Islam datang dan mampu berdialektika dengan tradisi lokal, sehingga menghasilkan sintesasintesa baru perpaduan antara syariat Islam dan kondisi sosial di indonesia.
Berbicara masalah tradisi, masih banyak tradisi pra Islam yang masih bertahan hingga sekarang di indonesia, seperti acara slametan, sedekah bumi ataupun sedekah laut merupakan tradisi lokal pra Islam yang memang sebelum Islam datang masih dilakukan dengan ritual ritual, namun ketika Islam datang semua itu tidak langsung kita ganti dengan kebudayaan yang baru, melainkan kita hanya menggantinya dengan cara yang sesuai dengan syariat Islam. Segala sesuatu yang dalam melakukannya dahulu dilakukan dengan ritual setelah Islam masuk ritual tersebut digantikan dengan doa doa.
Sebuah contoh bahwasanya Islam di Indonesia merupakan sintesa antara wahyu dan tradisi lokal. Sebut saja sholat, menurut syariat Islam salah satu syarat sah shalat adalah menutup aurat. Dari ini kita bisa melihat betapa indahnya Islam dalam mentranformasikan budaya lokal. Shalat dan menutup aurat adalah syariat, sedangkan mengenakan mekena, sarung, peci, baju koko adalah sebuah budaya yang ada di Indonesia. Hal ini tidak bisa kita samakan dengan tradisi di Arab. Sama sama shalat dengan syarat menutup aurat, tapi yang dikenakan di Arab sangatlah berbeda dari kita, tidak ada mekena ataupun sarung, yang ada jubah, cadar kaos kaki atau kaos tangan yang penting esensinya adalah menutup aurat, dan itu merupakan identitas diri mereka yang itu seuai dengan tradisi dimana mereka tinggal.

Dari sebuah contoh diatas kita dapat secara jelas menarik sebuah kesimpulan bahwasanya walaupun Islam itu datang pertama kali dari Arab, kita tidak bisa menerapkan tradisi tradisi dari daerah Arab ke Belahan bumi indonesia. Karena dapat kita lihat bahwasanya kita memiliki corak kehidupan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Proses penerapan Islam sesuai dengan daerah Arab akan membuat penduduk Indonesia tercerabut dari akar budayanya sendiri.  Jadi biarkanlah Islam di indonesia ini berdialektika dengan budayaa lokal indonesia menghasilkan sintsanya sendiri yang tidak hilang dari esensi syari’at Islam.

Negeri ini Masih Indonesiaku



"Tanah airku tidak kulupakan kan terkenang selama hidupku, biarpun saya pergi jauh tidak kan hilang dalam kalbu, tanahku yang kucintai engkau kuhargai."

Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2013 genap memasuki usianya yang ke-enam puluh delapan. sebuah usia yang bisa dibilang cukup matang untuk menunjukkan kemajuan-kemajuan yang telah kita capai yang tentunya membedakan kita dari negeri-negeri lain yang masih terjajah. Negara ini lahir dengan sejumlah asa yang besar dari masyaraakatnya, maka dari itu kemerdekaan adalah harga mati yang harus kita perjuangkan bersama. Enam puluh delapan tahun itu, yang katanya kita telah merdeka ternyata belum bisa membuat rakyat merdeka seutuhnya, masih banyak keterjajahan yang dirasakan masyarakat dalam menapaki kehidupan di bumi pertiwi ini.
Potret suram kehidupan rakyat miskin masih menjadi siluet yang dipertontonkan pada setiap harinya. Kesenjangan hidup yang terjadi antara golongan atas dan golongan bawah sangat begitu kentara, di negeri yang katanya makmur ini. Seperangkat aturan dalam perundang-undangan telah dibuat, harapannya untuk mencari keadilan. Namun sayang sekali, sesuatu yang bernama keadilan tak lagi dapat kita jumpai disini, di negeri yang berdasarkan pada keadilan sosial masyarakat Indonesia.
Hari ini, di negri ini banyak yang memperebutkan kuasa menjadi pemimpin, baik pemimpin pusat ataupun di masing-masing daerah. Namun lagi-lagi niat yang tulus untuk membangun bangsa malah terkontaminasi dengan rencana-rencana yang jauh dari kata memakmurkan rakyat. Logika pencalonan yang menggunakan logika dagang membuat pergeseran visi misi pembangunan bangsa. Logika dagang yang digunakan dalam pencalonan adalah ketika awal pencalonan mereka habis modal berapa, itu pula yang harus ditutup ketika menjabat, bahkan harus lebih dari modal awal. Sistim birokrasi yang sedemikian rupa perlu dibenahi mengingat nantinya kebijakan-kebijakan yang ditelurkan oleh pihak birokrat yang akan sangat menentukan posisi rakyat kecil.
Demokrasi meminjam kata-kata John F Keneddy dalam pidatonya adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Kendati demikian teori berkata, namun Indonesia tidak memposisikan rakyat sebagai mana mestinya. Rakyat menjadi nomor sekian bila dibandingkan dengan urusan-urusan yang sifatnya politis, yang tentunnya dapat menguntungkan bagi pribadi maupun golongan tersebut. Kondisi suram ini tidak boleh kita langgengkan, perlu adanya rekonstruksi dalam sistim pemerintahan agar tidak terjadi  kesenjangan sosial dalam masyarakat.
Bukan hanya carut-marutnya birokrasi pemerintahan, terdapat hal lain yang memang perlu untuk kita benahi diantaranya adalah masalah pendidikan, ekonomi, kesehatan, serta kesejahteraan rakyat. Sulitnya akses dalam bidang-bidang tersebut semakin menunjukkan kompleksitas masalah yang dialami bangsa yang katanya sudah merdeka ini. Bukan hanya itu, Indonesia juga banyak dihuni oleh para tikus berdasi yang menyebabkkan negri ini semakin miskin dan terpuruk.
Tidak hanya persoalan korupsi, namun perlu adanya peningkatan pada Sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi, karena ketiganya merupakan sebuah mata rantai yang tidak boleh terputus. Karena dengan masyarakat yang sehat dan berpendidikan akan bisa meningkatkan perekomian dari masing-masing keluarga. Jika salah satu dari ketiga sektor tersebut berjalan tidak berimbang artinya ada salah satu dari ketiganya yang tidak diperhatikan maka akan terjadi ketimpangan dalam menciptakan kesejahteraan rakyat.
Dengan usianya yang semakin matang, bangsa Indonesia harus melakukan perubahan besar dalam menatap masa depan bangsa yang cemerlang. Perlu adanya sinergitas dari pihak birokrasi serta  masyarakat secara umum untuk bersama-sama mengisi kemerdekaan Indonesia yang telah berhasil direbut oleh para pahlawan kita dengan kucuran darah dan nyawa.
Generasi muda mempunyai tanggung jawab besar dalam memperbaiki Indonesia yang hari ini sedang mengalami krisis multidimensi. Bagaimanapun kondisi negeri kita saai ini, negeri ini tetaplah indonesiaku. Maka dari itu dengan bersama-sama menjaga stabilitas politik dan ekonomi, maka akan terwujud kesejahteraan rakyat yang harapannya dapat mengharumkan nama Indonesia.