Jika berbicara aliran dalam teologi
kita mengenal adanya paham jabariyah, yang beranggapan apa yang terjadi adalah
sudah merupakan takdir ketentuan Tuhan, paham ini juga sering disebut
fatalisme. Paham ini sering dilawankan dengan Qadariyah, yang beranggapan bahwa
hidup kita tak hanya ketetapan Tuhan, namun juga ada campur tangan manusia. Sehingga
kita tidak bisa semata-mata menyerahkan bahwa apa yang terjadi adalah takdir
ataupun ketetapan Tuhan.
Namun, dalam hidup ini terkadang
kita meresa menjalani sesuatu yang jika meminjam diksi anak sekarang adalah “enggak
gue banget” artinya kita menjalani hidup yang sebenarnya tidak menjadi
keinginan kita, namun kita masih tetap istiqomah di situ, dan bahkan
melanjutkan kehidupan yang “enggak gue banget” tersebut. Dari fenomena
tersebut, terkadang saya berfikir, apakah saya harus jabariyah menyikapi
kehidupan yang seperti itu. Adanya keinginan untuk berpindah haluan nampaknya
sulit, karena ibarat kata kita telah berjalan pada suatu lorong yang gelap dan
panjang, kita tak tahu dimana letaak cabang pada lorong tersebut. Harus ada
ledakan besar untuk kita tahu, dan keluar dari jalur awal kita. Dalam analogi
ini, sebenarnya kita bisa keluar dari hidup yang menurut kita “enggak gue banget” ini
dengan usaha yang sangat-sangat besar.
Masalah sudah teridentifikasi,
solusi sudah ada. Namun untuk memulai solusi tersebut tak semuanya lancar. Ada berbagai
macam faktor yang turut mempengaruhi dalam mencapai solusi tersebut. Diantaranya
keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.
Sebenarnya, yang menjadi pembahasan
tulisan ini tak jauh dari kehidupan seputar pendidikan. Kita sedang membincang
linearitas, namun bukan linearitas studi pertama kita dengan studi ke dua dan
seterusnya yang telah kita lalui. Kita sedang membincang linearitas antara
studi yang kita lakoni dengan hati kita. Dalam studi yang kita lakoni saat ini, mungkin
orang-orang melihat kita sangat enjoy dan bahkan menguasai apa yang kita lakoni.
Tidak ada yang mau tahu, apakah yang
kita lakoni saat ini, linear dengan hati dan perasaan, dan saya rasa tidak!! ada keinginan untuk merubah jalan, karena kita tahu, bahwa untuk menemukan lorong yang lain
harus ada ledakan besar. Dalam penciptaan ledakan besar tersebut kita
membutuhkan piranti, dan piranti yang kita butuhkan adalah dukungan dari ketiga
sektor tersebut, yaitu keluarga, sekolah dan juga masyarakat. Realitas, tak
semuadah apa yang diteorikan, itu sudah jelas. Dan ketika telah demikian halnya
kita hanya bisa berkata, ini adalah takdir Tuhan! Jabariyah lagi kan...
0 komentar:
Posting Komentar