LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Pengembangan kurikulum 2013 dilandasi secara filosofis, yuridis dan
konseptual sebagai berikut:
1.
Landasan Filosofis
a.
Filosofis
pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan
b.
Filosofi
pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai-nilai akademik,
kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.
2.
Landasan Yuridis
a.
RPJMM
2010-2014 sektor pendidikan, tentang perubahan metodologi pembelajaran dan
penataan kurikulum.
b.
PP
No. 19 tahun 2010, tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
c.
INPRES
nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan
Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan
nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.
3.
Landasan Konseptual
Ø Relevansi pendidikan (link and match)
Ø Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter
Ø Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
Ø Pembelajaran aktif (student active learning)
Ø Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh
ANALISIS
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Pada dasarnya landasan pengembangan kurikulum 2013 yang meliputi
landasan filosofis, yuridis dan konseptual sudah bisa dikatakan bagus. Hanya
saja dalam penerapan kurikulum 2013 dibutuhkan SDM yang mumpuni juga. Karena
sekuat apapun landasan yang digunakan sebagus apapun konsep yang ditawarkan
jika tidak dibarengi dengan kemampuan aktif para aktor pendidikan itu akan
menjadi percuma. Hal ini bisa kita lihat pada implementasi kurikulum 2013.
Sebenarnya konsep yang ditawarkan sangat bagus sekali untuk menciptakan para
penerus bangsa yang hebat. Yang pada kurikulum ini menekankan pada aspek
pendidikan karakter.
Bagaimanapun juga pembentukan karakter sangat dibutuhkan para
peserta didik saat ini. Mengingat, merekalah yang kelak akan melanjutkan
estafet perjuangan bangsa ini kedepan. Maka perlu kiranya, generasi-generasi
baru yang lahir harus memiliki moral yang baik demi kemajuan bangsa. Melihat
Indonesia saat ini yang sedang dilanda krisis multi dimensi, maka sudah
seharusnya dunia pendidikan turut andil dalam menyembuhkan penyakit kronis yang
sedang dialami Indonesia.
Melalui pendidikan, dan melalui kurikulum harapannya Indonesia
dapat melahirkan orang-orang hebat. Karena bagaimanapun juga kemajuan suatu
bangsa dapat dilihat dari seberapa maju pendidikan di bangsa tersebut. Dan kita
sedang berupaya akan hal tersebut. Maka dari itu, harapannya kurikulum dalam
ranah sosiologis tidak hanya merupakan arena kontestasi bagi para elit politik.
Sehingga muncul asumsi bahwa setiap ganti menteri berganti pula kurikulumnya.
Hal tersebut harus benar-benar kita cermati, mengingat cita-cita bangsa ini
yang begitu besar untuk membangun bangsa yang lebih hebat. Maka sudah
selayaknya dalam penyusunan kurikulum harus terhindar dari praktik-praktik yang
berbau tendensius. Selain itu dalam pengembangannya kurikulum harus memiliki
landasan yang kuat, agar pengembangannya dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan. Dalam penetapan landasan kurikulum harus memuat landasan filosofis,
yuridis, serta konseptual.
Sudah selayaknya semua elemen bersatu padu untuk menciptakan dunia
pendidikan yang harmonis. Tidak hanya pada lingkungan sekolah saja melainkan
lingkungan keluarga dan masyarakat. Guru juga harus berperan aktif, dan tanggap
terhadap transformasi yang ada. Jangan sampai konsepnya sudah diatas langit
namun eksekutornya masih dibawah tanah. Artinya guru harus bisa mengimbangi dan
menjalankan apa yang menjadi tujuan dan cita-cita bersama.
Berikut analisis per-poin
dalam ke tiga landasan yang tertera di atas:
Landasan
Filosofis
Ø Filosofis pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam
pembangunan pendidikan.
Sudah
sepatutnya pancasila menjadi landasan filosofis utama dalam pengembangan
kurikulum. Karena pancasila juga merupakan dasar NKRI sehingga apa-apa yang
terdapat dalam pancasila, merupakan keterwakilan masyarakat Indonesia. Selain
itu pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberikan kekuatan
hidup kepada bangsa Indonesia, dan memberikan bimbingan dalam kesejahteraan
hidup baik lahir maupun batin. Di dalam pancasila memuat nilai-nilai luhur
seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang ke
limanya harus menjadi dasar dalam pembangunan pendidikan di Indonesia.
Landasan
yang bagus ini seharusnya kita dapat mengimplementasikannya dengan baik. Agar
nilai dalam pancasila tidak kehilangan ruhnya, miris sekali ketika sila-sila
dalam pancasila itu dihafal di luar kepala namun nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya tidak di implementasikan dengan baik.
Ø Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur,
nilai-nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.
Out
put yang baik dari sebuah proses pendidikan adalah apabila peserta didik dapat
menjadi insan kamil. Yaitu manusia yang sadar akan posisinya sebagai abdullah
dan khalifah fil arldh maka dari itu landasa filosifis yang kedua dalam
pengembangan kurikulum ini didasarkan pada nilai-nilai luhur dan nilai-nilai
akademik, serta apa-apa yang menjadi kebutuhan peserta didik yang nantinya itu
adalah merupakan bekal bagi peserta didik untuk dapat hidup di masyarakat.
Sehingga dalam proses pendidikan dapat terbentuk manusia-manusia yang cerdas
yang berbudi luhur serta tanggap terhadap problematika masyarakat. Hal ini seperti
yang disebut Antonio Gramsci tentang intelektual organik, yaitu mereka para
teoritis yang menyatu secara organik dengan kebudayaan dan aktivitas
masyarakat. Mereka tidak menyebarluaskan pengetahuan secara formal kepada
masyarakat, namun mereka bergabung dan hidup bersama untuk membangun sebuah
masyarakat yang dinamis.
Landasan
Yuridis
Ø RPJMM 2010-2014 sektor pendidikan tentang perubahan metodologi
pembelajaran dan penataan kurikulum.
Dengan
landasan ini, dalam kurikulum 2013 dihadirkan metodologi pendidikan yang tidak
lagi berupa pengajaran demi kelulusan
ujian (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan
kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya dan bahasa Indonesia.
Pendidikan
hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek kognitif semata-mata tepai juga harus
mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik secara holistik.
Dalam
penataan kurikulum dibagi menjadi penataan pada tingkat nasional, daerah,
sekolah dan seterusnya. Dalam hal ini ada pemberian kewenangan kepada sekolah
untuk menyusun silabus, buku teks siswa dan buku panduan guru. Pemerintah
daerah akan menyiapkan KD, silabus, buku teks siswa, dan buku panduan guru
untuk muatan lokal.
Namun
sekali lagi dalam penataan kurikulum ini harus ada pemantauan agar buku yang
dipelajari siswa isinya sesuai dengan apa yang diinginkan. Karena akhir ini,
marak sekali buku-buku yang beredar terutama buku Pendidikan Agama Islam yang
isinya banyak mengajarkan tentang radikalisme.
Ø PP No. 19 tahun 2010, tentang Standar Nasional Pendidikan.
Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang
mana dalam hal ini ada 8 standar pendidikan.
Pertama, Standar isi yang mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
Ke dua,standar proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif , inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ke tiga, standar kompetensi lulusan Standar kompetensi lulusan digunakan
sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan.
Ke
empat, standar pendidik dan tenaga
kependidikan.
Pendidik
pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum:
a. lulusan
diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) untuk program diploma;
b.
lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (S1); dan
c.
lulusan program doktor (S3) untuk program magister (S2) dan program doktor
(S3).
Tenaga
Kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan
sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya.
Ke lima, standar
sarana dan prasarana
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Ke
enam, standar pengelolaan. Pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan
tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan
akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan
lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
Ke
tujuh, standar pembiayaan Pembiayaan
pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Ke
delapan, standar penilaian pendidikan Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
a. penilaian hasil belajar oleh
pendidik; dan
b. penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan tinggi.
Dengan berlandaskan 8
standar pendidikan yang telah ditetapkan jika dalam pelaksanaannya bagus maka
akan berkualitaslah out put nya. Sayangnya belum semua lembaga
pendidikan dapat memenuhi 8 standar pendidikan ini secara ideal.
Ø INPRES nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas
pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif
berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter
bangsa.
Selain
perubahan yang lebih menekankan sisi afektif kurikulum 2013 juga mengupayakan
terciptanya suasana belajar yang aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa
untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa. Jadi selain peserta didik
tersebut cerdas dan mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional, tetapi
tetap berbudaya Indonesia, yang sopan, santun, cerdas, bermoral serta
berkarakter.
Landasan
Konseptual
Ø Relevansi pendidikan (link and match)
Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia. Langkah pembangunan selalu
diupayakan seirama dengan tuntutan zaman, dan perkembangan zaman selalu
memunculkan tantangan-tantangan baru. Relevansi pendidikan adalah sejauh mana
sistem pendidikan dapat mengahsilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah yang digambarkan dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional. Hasil dari pendidikan diharapkan dapat mengisi semua
sektor pembangunan yang beraneka ragam. Relevansi pendidikan dapat dilihat
dengan mengikuti alur input-proses-output-outcome. Input disini berupa peserta
didik, kurikulum, guru, dll. Sedangkan proses adalah berkaitan dengan proses
pembelajaran, yang outputnya dapat dilihat dari kemampuan peserta didik
berdasarkan hasil pengukuran kemampuannya. Dan outcomenya dapat berupa
peningkatan mutu lulusan yang dapat dilihat dari berapa lulusan yang
melanjutkan studi dan berapa lulusan yang survive di dunia kerja. Maka dari itu
mutu input dan proses sangat menentukan mutu output dan outcome. Maka dari itu
pada kurikulum 2013 lebih ditekankan bagaimana membangun kesadaran dan daya
kreatif siswa.
Ø Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter
Dari
penyempurnaan kurikulum yang telah ada, kurikulum 2013 hadir dengan penekanan
pada peningkatan kompetensi dan pembentukan karakter. Karena sangat percuma
jika seorang siswa mahir dalam sisi kognitifnya namun dalam segi afektif ia
tertinggal. Seperti hanya ia mampu berteori, tapi gagap dalam menyelesaikan
problematika yang ada disekitarnya. Maka dari itu, konsep yang diusung dalam
kurikulum ini adalah belajar dari realitas. Agar kemampuan kognitif, afektif
dan psikomotoriknya berimbang.
Ø Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
Apa
yang dipelajari siswa adalah apa yang dialaminya di kehidupan nyata. Tidak
seperti kurikulum sebelumnya yang terlalu padat teorinya, namun implementasinya
dalam realitas kehidupan sangat kecil. Maka dari itu dalam pengembangannya
kurikulum 2013 berlandaskan pada pembelajaran kontekstual.
contextual
teaching and learning
sebagai konsep belajar membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yaitu kontruktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
Hal ini sebagaimana konsep pendidikan yang ditawarkan Paulo
Freire sebagai antitesis pendidikan bergaya bank, dan untuk pendidikan ini
Freire menyebutnya dengan pendidikan hadap masalah. Karena yang menjadi objek
belajar siswa adalah realitas kehidupan yang dihadapi oleh siswa.
Ø Pembelajaran aktif (student active learning)
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student
Centred Learning) menjadi
pendekatan wajib bagi pembelajaran
kurikulum 2013 yang
mendahulukan kepentingan dan kemampuan siswa (dalam belajar). Pembelajaran
aktif harus memberi ruang bagi
siswa untuk belajar menurut ketertarikannya,kemampuan pribadinya, gaya belajarnya. Siswa
secara natural berbeda-beda satu dengan yang lainnya baik dalam
ketertarikannya terhadap suatu bahan ajar, kemampuan intelektual masing-masing
maupun dalam gaya belajar yang disukainya. Guru dalam pembelajaran kurikulum
2013 yang ingin menciptakan pembelajaran aktif harus berperan sebagai fasilitator yang
mampu membangkitkan ketertarikan siswa terhadap suatu materi belajar dan
menyediakan beraneka pendekatan cara belajar sehingga siswa (yang berbeda-beda
tersebut) memperoleh
metoda belajar yang paling sesuai baginya. Lebih jauh lagi
kemampuan intelektual dari masing-masing siswa berbeda-beda. Sebagian siswa
bisa belajar secara mandiri dengan cara mendengar, membaca, melihat, menonton
video, mengikuti demonstrasi keahlian tertentu dsb. sendiri tanpa orang lain
membantunya, namun sebagian lainnya siswa perlu berinteraksi / berkolaborasi
dengan lingkungan belajar lainnya seperti dengan teman-temannya, guru,
lingkungan kelas, sekolah dan bahkan perlu bekerja bersama dalam suatu kelompok
kerja. Sebagian yang lain lagi perlu sedikit bermain dengan tantangan dsb.
Ø Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh
Dalam
sistem penilaiannya kurikulum 2013 menekankan pada penilaian terhadap tiga
komponen dalam proses. Tiga komponen tersebut adalah skill
(ketrampilan), knowledge (pengetahuan), dan attitude (perilaku).
Tiga komponen itu didapatkan ketika proses pembelajaran berlangsung. Jadi tidak
hanya hasil tes tertulis saja yang dinilai dalam sistem penilaian kurikulum
2013 ini.
Dengan
penialain yaang valid, utuh dan menyeluruh diharapkan siswa dapat terbentuk
sesuai konsep yang diinginkan.
Pada dasarnya landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum
2013 sudah sangat kuat, dan sudah mencakup berbagai aspek. Mulai dari landasan
filosofis, yuridis, dan konseptualnya sudah sangat jelas. Namun ketika kita
lihat di lapangan, sepertinya penerapan kurikulum 2013 belum semuanya siap. Hingga sempat
muncul pernyataan dari mentri pendidikan untuk kembali pada kurikulum yang lama
yaitu KTSP. Jika kita kembali pada KTSP maka bukannya kita mengambil langkah
maju tetapi mengambil langkah mundur satu langkah. Hingga ahirnya, dalam
lembaga pendidikan saai ini masih ada yang menggunakan kurikulum 2013 dan KTSP.
Sebenarnya konsep dari kurikulum 2013 sudah sangat bagus, hanya saja terkadang
belum semua daerah siap untuk melaksanakannya, walaupun sebenarnya sudah banyak
dilakukan sosialisasi. Terkadang guru masih terjebak pada sistem pembelajaran
yang monoton, yang memposisikan siswa hanya sebagai pendengar. Sehingga tidak
tercipta suasana pembelajaran aktif dalam kelas. Selain itu model pembelajaran
tematik integratif masih sering membuat guru terjebak masuk ke dunia mata
pelajaran yang parsial. Harus ada keserasian antara guru, sarana prasarana di
sekolah, siswa dan konsep yang ditawarkan kurikulum 2013. Jika semuanya selaras
maka terciptalah generasi-generasi bangsa yang cerdas, punya daya saing yang
tinggi, memegang teguh nilai-nilai budaya, bermoral dan berkarakter. Dengan
generasi-generasi emas seperti itu tak ayal lagi Indonesia menjadi sebuah
negara yang berpendidikan tinggi.