Jilbab Syar’i; yang bagaimana?

Jilbab atau yang saat ini lebih dikenal dengan istilah hijab sudah merupakan bagian dari fashion bagi perempuan. Banyaknya fariasi jilbab membuatnya semakin banyak diminati anak muda, apalagi ditambah dengan banyaknya tutorial hijab yang akan merubah penampilan kita menjadi semakin trendy dan kekinian. Ada berbagai macam tutorial hijab di internet, dari jilbab yang digunakan untuk kuliah, hang out, sampai ke acara resmi seperti pesta. Selain karena modelnya yang semakin banyak, peran pablik figure juga sangat berpengaruh dalam menghijabkan Indonesia.
Jilbab saat ini tak seperti masa lalunya, dimana orang yang mengenakan jilbab dianggap tidak gaul, kampungan, dan hanya dikenakan oleh orang tua. Karena memang jika kita menilik sejarah, di Indonesia pada zaman dahulu penutup kepala disebut kerudung. Baru tahun 1980 an penutup kepala ini disebut jilbab. Sedangkan pada masa Nabi Jilbab adalah merupakan pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kaki perempuan dewasa.
Sebenarnya tidak kita temukan batas aturan yang jelas mengenai jilbab ini dalam Al-Qur’an, sehingga orang-orang yang berjilbab mengekspresikannya dengan cara yang berbeda-beda. Di Indonesia misalnya, ada banyak jenis jilbab yang dikenakan perempuan. Ada yang mengenakan jilbab yang besar dengan bahan tebal (tidak transparan) serta bercadar, ada yang menggunakan jilbab dengan model putar sana-putar sini agar terlihat lebih trendy fashionable dan tentunya kekinian, ada juga yang menggunakannya dengan simpel dan ala kadarnya yang penting esensinya adalah menutup aurat.
Islam sebagai agama mempunyai dua sisi, yaitu sisi universal dan sisi lokal. Sisi universal adalah wahyu yang turun dari Allah SWT. Sedangkan pemahaman atas wahyu tersebut adalah merupakan sisi lokal. Begitupun dalam Islam ada yang namanya syari’at dan ada pula yang namanya fiqh. Dalam syari’at semuanya bersifat pasti, ajeg dan tidak boleh diubah-ubah. Berbeda halnya dengan fiqh yang masih bisa diinterpretasikan, sehingga ada berbagai macam ketentuan hukum yang dihasilkan.

Dalam bahasan ini, menutup aurat adalah merupakan syariat. Yang perintahnya telah disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an Surat  al-ahzab ayat 59 dan An-nuur ayat 30-31. Namun bagaimana cara menutup aurat tidak dijelaskan secara rinci oleh Al-Qur’an, maka disinilah keistimewaannya. Setiap lokus memiliki ekspresinya masing-masing dalam mengejawentahkan perintah menutup aurat ini. Berbagai macam dan jenis kerudung pun sah digunakan jika esensinya adalah menutup aurat. Karena kerudung tidak hanya menyangkut masalah etika, tetapi juga masalah estetika.

Disaat Peminpin itu adalah “ah sudahlah”

كلكم راء وكل راء مسئول عن رعيته

"Kullukum Ra'in Wa Kullu Ra' in Mas'ulun 'An Ra'iyyatihi"


”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.” Begitulah hadis yang disampaikan Rasulullah. Dalam hadis tersebut tersirat sebuah tanggung jawab yang besar bagi seorang peminpin. Dan ketika kita bertanya, siapakah peminpin tersebut, maka jawabannya adalah masing-masing dari kita adalah pemimpin.
Manusia dihadirkan ke bumi berkedudukan sebagai abdullah dan khalifah fil ardh. Maka, dengan menyandang dua predikat itu manusia harus bisa bersikap seimbang. Seimbang disini artinya antara ia sebagai hamba dan pemimpin tidak boleh berat sebelah. Sebagai pemimpin manusia harus bisa bersikap bijaksana, sedangkan sebagai hamba manusia hanya bisa beribadah serta tawakkal kepada Allah. Dua predikat tersebut bagaikan satu keping mata uang yang keduanya saling terkait dan susah dipisahkan.
Sebagai pemimpin manusia berhak mengatur, menetapkan, serta membuat peraturan. Namun dibalik itu ada predikat seorang hamba yang daripadanya manusia harus terikat dengan tanggung jawab dengan Sang Khalik terkait dengan perbuatan yang ia lakukan. Menciptakan pemimpin yang baik harus kita mulai dari diri kita msing-masing, manakala baik dan selesai dalam ranah masing-masing individu maka tidak akan ada istilah krisis kepemimpinan, seperti yang dihadapi saat ini.
Kita tak perlu jauh-jauh untuk menyoroti pemimpin negara atau pemimpin-peminpin yang berderet di struktural kelembagaan. Kita amati saja disekitar kita, bagaimaan orang-orang menjadi pemimpin atas dirinya sendiri ataupun kelompoknya. Banyak yang melakukan pencitraan didepan khalayak, agar ia dielu-elukan sebagai orang yang hebat. Namun dibalik itu ada orang hebat lain yang berada di balik layar, yang berperan sebagai sutradara. Pemimpin yang seperti aktor ini lebih tepatnya tak disebut pemimpin, karena ia hanya memainkan peran pemimpin.
Pemimpin yang baik juga harus mampu menjadi pendengar yang baik. Artinya sebelum keputusan ia ambil, alangkah lebih baiknya menampung segala macam bentuk aspirasi yang diusung oleh masyarakatnya. Agar dalam kebijakan yang ditetapkan dapat membawa maslahat bagi khalayak umum.
Banyak orang yang gagal paham ketika memaknai arti pemimpin. Mereka menganggap pemimpin adalah presiden, pemimpin adalah gubernur atau bahkan bupati. Orang-orang lupa bahwa masing-masing dari mereka adalah pemimpin yang juga harus mempunyai jiwa kepemimpinan. Agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan juga bangsa.

Sibuk mencela, sibuk mengkritik sudah tidak jamannya lagi. Waktunya kita berbenah mulai dari diri sendiri dan mulai saat ini. Memperbaiki lebih baik daripada hanya sekedar sikap menyesali. Kita tumbuhkan kesadaran diri, bahwa kita adalah pemimpin yang baik dan bijaksana yang mampu berkontribusi untuk negeri, bukan hanya pemimpin yang “ah sudahlah” 

Setiap dari Kami adalah Pahlawan Masa Kini

10 November 2015 sudah banyak yang berbeda dengan 10 November 1945 di kota pahlawan kala itu. Sebuah peristiwa yang memuncak setelah terbunuhnya Brigadir Jendral Mallaby. Tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar dan menghancurkan gedung-gedung pemerintahan Surabaya. Jika kita membincang Surabaya pada masa itu, kita akan teringat pada sosok bung Tomo yang sangat heroik menyuarakan perlawanan. Gugurnya para pejuang pada 10 November tersebut kemudian dikenang sebagai hari pahlawan.
10 November saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik dari tujuh puluh tahun silam. Kita tak lagi berjuang dengan fisik, kita tak lagi harus bertaruh nyawa untuk mempertahankan kehormatan bangsa. Kita hanya perlu berkarya dan mengharumkan nama bangsa kita. Jika kita flash back ke sejarah masalalu, kita bisa membandingkan apakah yang kita lakukan saat ini sudah sebanding dengan apa yang dilakukan para pahlawan kita terdahulu. Untuk mengenang dan meneladani semangat perjuangan mereka maka kita harus melanjutkan perjuangan mereka. Karena kata sang proklamator kita bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.
Perjuangan kita saat ini tentunya dalam ranah dan aspek yang berbeda dengan perjuangan masa lalu. hari ini setiap kita adalah pahlawan, anggap saja demikian. Agar masing-masing dari individu mempunyai tanggung jawab terhadap kemajuan bangsa. Masyarakat Indonesia semuanya adalah pahlawan, pahlawan bagi bangsanya. Pelajar berjuang dalam aspek pendidikan, pengusaha dan wiraswasta berjuang dalam bidang ekonomi, para petani nelayan berjuang dalam bidang ketahanan pangan, semua lapisan masyarakat Indonesia adalah pahlawan, pahlawan dalam bidangnya masing-masing.

Menanamkan spirit kepahlawanan pada setiap individu akan berdampak pada sinergitas gerakan dari berbagai elemen masyarakat. Sehingga dalam masing-masing sektor yang kita geluti, semua aktivitas yang kita lakukan tak hanya sebatas masalah urusan “sekedar cukup untuk hidup”. Lebih dari itu, kita dalam keberbedaan yang ada harus mampu menguasai dunia. Sudah tidak saatnya lagi kita membicarakan konflik, korupsi, dan juga tindakan kriminalitas karena yang demikian itu adalah tindakan-tindakan yang menciderai nilai kepahlawanan. Hal-hal yang demikian hanya bisa merusak citra bangsa, dan para pelaku tindakan-tindakan tidak terpuji tersebut belum mampu memahami dan mengaplikasikan nilai kepahlawanan.

Mengeja Senja

kawan, aku melihat semburat jingga
diantara garis abu-abu yang samar-samar dan menjulang tinggi,
diantara putih yang sedikit pekat,
dan diantara abu-abu yang terpencar tak beraturan.
kawan, aku melihat mereka bertiga,
bersatu tapi tak menyatu
terpisah tapi tak sendiri
antara garis abu-abu yang samar dan menjulang,
putih yang sedikit pekat,
dan abu-abu yang tak beraturan
kawan, aku benar-benar melihat mereka bertiga,
mereka bertiga membelakangi semburat jingga yang elegan,
kawan, disini ku coba membaca garis hadirnya,
dan aku tak mampu
kawan, disini aku mencoba mengeja garis hadirnya lagi,
namun aku terbata.

Reposisi Tri Pusat Pendikan; Sebuah Refleksi


Salah satu indikator kemajuan sebuah bangsa dapat kita lihat dari kualitas pendidikannya. Semakin baik pendidikan pada suatu bangsa maka semakin maju pula peradaban bangsa tersebut. Pemerintah telah memberikan perhatian lebih di dunia pendidikan, sebab pendidikan merupakan ujung tombak perjuangan suatu bangsa.
Berbagai macam usaha dilakukan oleh pemerintah demi mewujudkan sebuah sistem pendidikan yang baik. Salah satunya adalah melalui pengembangan kurikulum. Perubahan kurikulum yang terjadi dari waktu ke waktu merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat saat ini. Sebagai contoh Kurikulum 2013. Kurikulum ini berusaha menyeimbangkan dan mengeksplore potensi hard skill dan soft skill yang dimiliki oleh siswa. Selain itu tujuan utama kurikulum ini untuk membentuk karakter peserta didik agar menjadi insan yang produktif, kreatif dan inovatif.
Sudah seharusnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, dan tidak hanya mengandalkan pemerintah melalui written curriculumnya. Dalam hal ini semua lapisan masyarakat harus turut serta dalam memajukan dunia pendidikan. Mereduksi pemikiran Ki Hajar Dewantoro tokoh pendidikan bangsa ini yang menegaskan bahwa lingkungan pendidikan merupakan tri pusat pendidikan meliputi tiga elemen yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Harus ada sinergitas antara ketiganya dan kesadaran masing-masing elemennya untuk mewujudkan sebuah cita-cita bersama.
Tujuan pendidiakn Nasional sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi peseta didik agar menajdi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Demi mewujudkan tujuan pendidikan Nasional tersebut maka sudah seharusnya antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dapat memainkan perannya masing-masing. Lingkungan keluarga harus mampu menjadi kontrol yang baik bagi anak. Karena pembentukan sikap dasar pada seorang anak tergantung dari cara keluarga mendidiknya. Orang tua ketika sudah menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan, tugas orang tua untuk mendidik anaknya tidak lantas purna. Mereka tetap menjadi kontrol yang baik bagi anak. Kontrol orang tua dapat dilakukan dengan mengetahui pola belajar anak, pertemanan anak, hingga apa yang ditonton oleh anak.
Selanjutnya beranjak dari lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan yang ke dua adalah lingkungan sekolah. Disini belajar dilakukan secara terstruktur melalui written curriculum yang ada. Namun dalam hal ini sekolah turut serta mengembangkan hidden curriculum. Guru dituntut untuk kreatif dalam membentuk pribadi siswa diluar jam sekolah. Jadi, diluar jam sekolah seorang siswa harus diarahkan untuk melakukan hal-hal yang sifatnya positif. Dalam hal ini guru harus menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya. Lingkungan sekolah yang dianggap memiliki peranan yang paling besar harus mampu memegang tanggung jawabnya. Didalam kurikulum 2013, pemerintah telah menyusun sedemikian rupa agar menghasilkan out put  yang berkualitas dan bermoral. Guru memiliki peranan yang urgen, guru tidak hanya melakukan transfer of knowlegde tetapi juga harus melalkukan transfer of value.
Sementara lingkungan masyarakat adalah lingkungan penentu, ke arah mana pendidikan seorang siswa akan dibawa. Kesadaran bersama dalam sebuah masyarakat sangat diharapkan, agar bisa menjadi feed back yang baik bagi diri siswa ketika telah mendapat dasar pendidikan pada lingkungan keluarga dan sekolah. Sudah seharusnya lingkungan masyarakat sebagai ruang untuk kita belajar bersosialisasi satu sama lain untuk menerapkan rasa persaudaraan, tolong menolong, toleransi dan perbuatan terpuji lainnya. Lingkungan masyarakat bisa menjadi ruang aktualisasi sekaligus tempat belajar yang baik bagi siswa.
Sebuah Refleksi
Hari ini jika kita lihat dunia pendidikan jauh dari apa yang negara kita cita-citakan. Banyak terjadi tawuran pelajar, seks bebas, tindak kekerasan dan tindakan amoral lainnya. Hal ini menunjukkan bahwasanya pendidikan kita belum bisa dikatakan berhasil dalam membangun insan yang beradab. Hal ini harus menjadi refleksi kita bersama, karena bagaimanapun proses sebuah pendidikan adalah tergantung pada tri pusat pendidikan tersebut. Jika masing-masing elemen dapat mengoptimalkan perannya dengan baik maka terciptalah sinergitas proses belajar yang baik.
Namun apa yang kita harapkan nampaknya masih jauh dari kenyataan. Misalnya dalam lingkungan keluaga, idealnya orang tua menjadi kontrol bagi anak, hal ini sering terabaikan. Mereka banyak yang beranggapan jika sudah memasukkan anak mereka di sekolah berarti semua masalah selesai. Sehingga anak bebas dalam bergaul, bebas dalam memanfaatkan fasilitas yang ada mulai dari tontonan TV hingga internet, jika semuanya itu dilakukan tanpa kontrol justru akan menjerumuskan anak.
      Dalam lingkungan sekolah dan masyarakat demikian banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Dari tawuran pelajar, narkoba, miras, sek bebas dan tindakan amoral lainnya. Kesemuanya itu menunjukkan bahwasanya pendidikan Indonesia masih punya banyak Pekerjaan Rumah (PR). PR tersebut menjadi tanggung jawab semua elemen masyarakat. Bagaimanapun sukses tidaknya sebuah pendidikan dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan tersebut. Maka, jika selama ini peran ke tiganya kurang optimal, maka kita sebagai warga yang menginginkan kemajuan Indonesia harus melakukan reposisi atau memposisikan kembali lingkungan-lingkungan tersebut sesuai dengan idealnya guna menunjang berhasil dan majunya sebuah proses pendidikan.


Nologaten, Aku Rindu “MATO”-mu


Mato adalah sebuah warung kopi yang buka 24 jam. Tak hanya menjual kopi, warung ini juga menjual berbagai macam jajanan dan juga aneka makanan. Tentunya dengan harga yang sangat terjangkau. Pertama kali aku mengunjunginya di hari pertama awal tahun, siang itu aku berada di sana hingga menyongsong senja. Namun hari itu aku belum menikmati kopinya. Barulah keesokan harinya; di hari ke dua awal tahun aku datang lagi ke sana dan merasakan kopinya, di bangku depan dekat pintu aku duduk. Duduk diantara dua cangkir yang penuh dengan kenangan. Aku menikmati suasana disini hingga menjelang senja, karena kawan-kawan yang lain menahanku untuk pulang hari ini, maka kutambah satu hari waktuku di sini.
Sejak saat itu, entah mengapa Mato dan kopinya menjadi sangat istimewa bagiku. Di lain kesempatan aku datangi lagi tempat ini, entah sudah berapa lama aku pun lupa. Yang jelas waktu itu sudah malam, dan hingga menjelang pagi aku baru beranjak dari tempat itu. Kurasakan tiga varian kopi pada malam itu, antara kopasus, kopasus kotok, sukop dan aku sedikit mengerti perbedaannya.
Sampai hari itu rasanya belum tega aku meninggalkan Mato, seperti ada yang tertinggal, seperti aku mencari sesuatu yang hilang di sana malam itu. Kuperhatikan setiap orang yang datang bergerombol, seperti aku mencari seseorang. Sambil sesekali aku bersautan kata dengan teman-teman yang lain, yang mereka sedang asik memainkan permainan khas ala warung kopi.
Malam itu aku tak menemui apa yang ku cari hingga aku meninggalkan tempat itu, aku melihat bangku di dekat pintu depan itu. Seketika diriku tertarik pada hari ke dua awal tahun lalu. dan, aku mengabaikannya walau tak sepenuhnya, disini aku masih seperti mencari seseorang.
Selang sehari, hari ini adalah hari terakhir di kota ini, aku tak mau meninggalkannya tanpa berpamitan dengan Mato. Barang kali aku menemukannya pagi ini, sesuatu yang aku cari. Kawan-kawanku kali ini menghendaki pagi sebagai waktu untuk kita habiskan di Mato. Dan pagi itu bangun tidur, aku langsung cuci muka dan sikat gigi dan kita menuju ke sana hingga setengah siang. Dengan begitu aku dapat meninggalkan kota ini dengan tenang.
Dan hingga saat ini, entah berapa lama aku tak melewati nologaten,
Entah berapa lama aku tak menikmati kopasus/ sukop Mato,
Entah berapa lama aku berusaha mencari lagi sesuatu yang hilang itu,

Dan entah..harus berapa lama lagi kutahan rinduku pada Mato-mu 

Kata Mereka

Kata mereka aku pemilih,
Kataku aku menunggu dipilih
Kata mereka aku gengsi,
Kataku aku hanya menjaga harga diri
Kata mereka aku sempurna,
Kataku aku tak ada apa-apanya dibanding dia
kata mereka rindu itu menggebu,
kataku rindu itu membelenggu
kata mereka rasa cinta itu anugrah,
kataku itu tak lebih dari musibah
kata mereka senja itu hanya semburat merah,
kataku senja sangatlah megah
kata mereka kopi itu pahit,
kataku kopi itu komplit
langit..masih bisakah kutawar garis hidupku?