Reposisi Tri Pusat Pendikan; Sebuah Refleksi
Salah satu indikator kemajuan
sebuah bangsa dapat kita lihat dari kualitas pendidikannya. Semakin baik
pendidikan pada suatu bangsa maka semakin maju pula peradaban bangsa tersebut. Pemerintah
telah memberikan perhatian lebih di dunia pendidikan, sebab pendidikan
merupakan ujung tombak perjuangan suatu bangsa.
Berbagai macam usaha dilakukan oleh
pemerintah demi mewujudkan sebuah sistem pendidikan yang baik. Salah satunya adalah
melalui pengembangan kurikulum. Perubahan kurikulum yang terjadi dari waktu ke
waktu merupakan jawaban dari kebutuhan masyarakat saat ini. Sebagai
contoh Kurikulum 2013. Kurikulum ini berusaha menyeimbangkan dan
mengeksplore potensi hard skill dan soft skill yang dimiliki oleh
siswa. Selain itu tujuan utama kurikulum ini untuk membentuk karakter peserta
didik agar menjadi insan yang produktif, kreatif dan inovatif.
Sudah seharusnya pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama, dan tidak hanya mengandalkan pemerintah melalui
written curriculumnya. Dalam hal ini semua lapisan masyarakat harus
turut serta dalam memajukan dunia pendidikan. Mereduksi pemikiran Ki Hajar
Dewantoro tokoh pendidikan bangsa ini yang menegaskan bahwa lingkungan
pendidikan merupakan tri pusat pendidikan meliputi tiga elemen yaitu lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Harus ada sinergitas
antara ketiganya dan kesadaran masing-masing elemennya untuk mewujudkan sebuah
cita-cita bersama.
Tujuan pendidiakn Nasional
sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 adalah untuk
mengembangkan potensi peseta didik agar menajdi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Demi mewujudkan tujuan pendidikan Nasional tersebut maka sudah
seharusnya antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dapat memainkan
perannya masing-masing. Lingkungan keluarga harus mampu menjadi kontrol yang
baik bagi anak. Karena pembentukan sikap dasar pada seorang anak tergantung
dari cara keluarga mendidiknya. Orang tua ketika sudah menyekolahkan anaknya di
lembaga pendidikan, tugas orang tua untuk
mendidik anaknya tidak lantas purna. Mereka tetap menjadi kontrol yang baik bagi
anak. Kontrol orang tua dapat dilakukan
dengan mengetahui pola belajar anak, pertemanan
anak, hingga apa yang ditonton oleh
anak.
Selanjutnya beranjak dari
lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan yang ke dua adalah lingkungan
sekolah. Disini belajar dilakukan secara terstruktur melalui written
curriculum yang ada. Namun dalam hal ini sekolah turut serta mengembangkan hidden
curriculum. Guru dituntut untuk kreatif dalam membentuk pribadi siswa
diluar jam sekolah. Jadi, diluar jam sekolah seorang siswa harus diarahkan
untuk melakukan hal-hal yang sifatnya positif. Dalam hal ini guru harus menjadi
contoh yang baik bagi anak didiknya. Lingkungan sekolah yang dianggap memiliki peranan yang paling besar
harus mampu memegang tanggung jawabnya. Didalam kurikulum 2013, pemerintah telah menyusun
sedemikian rupa agar menghasilkan out put
yang berkualitas dan bermoral. Guru memiliki peranan yang urgen, guru tidak hanya melakukan transfer of
knowlegde tetapi juga harus melalkukan transfer of value.
Sementara lingkungan masyarakat adalah
lingkungan penentu, ke arah mana pendidikan seorang siswa akan dibawa.
Kesadaran bersama dalam sebuah masyarakat sangat diharapkan, agar bisa menjadi feed
back yang baik bagi diri siswa ketika telah mendapat dasar pendidikan pada
lingkungan keluarga dan sekolah. Sudah seharusnya lingkungan masyarakat sebagai
ruang untuk kita belajar bersosialisasi satu sama lain untuk menerapkan rasa
persaudaraan, tolong menolong, toleransi dan perbuatan terpuji lainnya.
Lingkungan masyarakat bisa menjadi ruang aktualisasi sekaligus tempat belajar
yang baik bagi siswa.
Sebuah Refleksi
Hari ini jika kita lihat dunia pendidikan jauh dari apa
yang negara kita cita-citakan. Banyak terjadi tawuran pelajar, seks bebas,
tindak kekerasan dan tindakan amoral lainnya. Hal ini menunjukkan bahwasanya
pendidikan kita belum bisa dikatakan berhasil dalam membangun insan yang
beradab. Hal ini harus menjadi refleksi kita bersama, karena bagaimanapun
proses sebuah pendidikan adalah tergantung pada tri pusat pendidikan tersebut.
Jika masing-masing elemen dapat mengoptimalkan perannya dengan baik maka
terciptalah sinergitas proses belajar yang baik.
Namun apa yang kita harapkan nampaknya masih jauh dari
kenyataan. Misalnya dalam lingkungan keluaga, idealnya orang tua menjadi
kontrol bagi anak, hal ini sering terabaikan. Mereka banyak yang beranggapan
jika sudah memasukkan anak mereka di sekolah berarti semua masalah selesai.
Sehingga anak bebas dalam bergaul, bebas dalam memanfaatkan fasilitas yang ada
mulai dari tontonan TV hingga internet, jika semuanya itu dilakukan tanpa kontrol justru akan
menjerumuskan anak.
Dalam
lingkungan sekolah dan masyarakat demikian banyak sekali
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Dari tawuran pelajar, narkoba, miras,
sek bebas dan tindakan amoral lainnya. Kesemuanya itu menunjukkan bahwasanya
pendidikan Indonesia masih punya banyak Pekerjaan
Rumah (PR). PR tersebut menjadi tanggung
jawab semua elemen masyarakat. Bagaimanapun sukses tidaknya sebuah
pendidikan dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan tersebut. Maka, jika
selama ini peran ke tiganya kurang optimal, maka kita sebagai warga yang
menginginkan kemajuan Indonesia harus melakukan reposisi atau memposisikan
kembali lingkungan-lingkungan tersebut sesuai dengan idealnya guna menunjang
berhasil dan majunya sebuah proses pendidikan.
Label: opini
Nologaten, Aku Rindu “MATO”-mu
Mato adalah sebuah warung kopi yang buka 24 jam. Tak hanya menjual kopi, warung ini juga menjual berbagai macam jajanan dan juga aneka makanan. Tentunya dengan harga yang sangat terjangkau. Pertama kali aku mengunjunginya di hari pertama awal tahun, siang itu aku berada di sana hingga menyongsong senja. Namun hari itu aku belum menikmati kopinya. Barulah keesokan harinya; di hari ke dua awal tahun aku datang lagi ke sana dan merasakan kopinya, di bangku depan dekat pintu aku duduk. Duduk diantara dua cangkir yang penuh dengan kenangan. Aku menikmati suasana disini hingga menjelang senja, karena kawan-kawan yang lain menahanku untuk pulang hari ini, maka kutambah satu hari waktuku di sini.
Sejak saat itu, entah mengapa Mato dan kopinya menjadi sangat istimewa bagiku. Di lain kesempatan aku datangi lagi tempat ini, entah sudah berapa lama aku pun lupa. Yang jelas waktu itu sudah malam, dan hingga menjelang pagi aku baru beranjak dari tempat itu. Kurasakan tiga varian kopi pada malam itu, antara kopasus, kopasus kotok, sukop dan aku sedikit mengerti perbedaannya.
Sampai hari itu rasanya belum tega aku meninggalkan Mato, seperti ada yang tertinggal, seperti aku mencari sesuatu yang hilang di sana malam itu. Kuperhatikan setiap orang yang datang bergerombol, seperti aku mencari seseorang. Sambil sesekali aku bersautan kata dengan teman-teman yang lain, yang mereka sedang asik memainkan permainan khas ala warung kopi.
Malam itu aku tak menemui apa yang ku cari hingga aku meninggalkan tempat itu, aku melihat bangku di dekat pintu depan itu. Seketika diriku tertarik pada hari ke dua awal tahun lalu. dan, aku mengabaikannya walau tak sepenuhnya, disini aku masih seperti mencari seseorang.
Selang sehari, hari ini adalah hari terakhir di kota ini, aku tak mau meninggalkannya tanpa berpamitan dengan Mato. Barang kali aku menemukannya pagi ini, sesuatu yang aku cari. Kawan-kawanku kali ini menghendaki pagi sebagai waktu untuk kita habiskan di Mato. Dan pagi itu bangun tidur, aku langsung cuci muka dan sikat gigi dan kita menuju ke sana hingga setengah siang. Dengan begitu aku dapat meninggalkan kota ini dengan tenang.
Dan hingga saat ini, entah berapa lama aku tak melewati nologaten,
Entah berapa lama aku tak menikmati kopasus/ sukop Mato,
Entah berapa lama aku berusaha mencari lagi sesuatu yang hilang itu,
Dan entah..harus berapa lama lagi kutahan rinduku pada Mato-mu
Label: curhat
Kata Mereka
Kata mereka aku pemilih,
Kataku aku menunggu dipilih
Kata mereka aku gengsi,
Kataku aku hanya menjaga harga diri
Kata mereka aku sempurna,
Kataku aku tak ada apa-apanya dibanding dia
kata mereka rindu itu menggebu,
kataku rindu itu membelenggu
kata mereka rasa cinta itu anugrah,
kataku itu tak lebih dari musibah
kata mereka senja itu hanya semburat merah,
kataku senja sangatlah megah
kata mereka kopi itu pahit,
kataku kopi itu komplit
langit..masih bisakah kutawar garis hidupku?
Label: puisi
Analisis Kurikulum 2013
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Pengembangan kurikulum 2013 dilandasi secara filosofis, yuridis dan
konseptual sebagai berikut:
1.
Landasan Filosofis
a.
Filosofis
pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan
b.
Filosofi
pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai-nilai akademik,
kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.
2.
Landasan Yuridis
a.
RPJMM
2010-2014 sektor pendidikan, tentang perubahan metodologi pembelajaran dan
penataan kurikulum.
b.
PP
No. 19 tahun 2010, tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
c.
INPRES
nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan
Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan
nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.
3.
Landasan Konseptual
Ø Relevansi pendidikan (link and match)
Ø Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter
Ø Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
Ø Pembelajaran aktif (student active learning)
Ø Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh
ANALISIS
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM 2013
Pada dasarnya landasan pengembangan kurikulum 2013 yang meliputi
landasan filosofis, yuridis dan konseptual sudah bisa dikatakan bagus. Hanya
saja dalam penerapan kurikulum 2013 dibutuhkan SDM yang mumpuni juga. Karena
sekuat apapun landasan yang digunakan sebagus apapun konsep yang ditawarkan
jika tidak dibarengi dengan kemampuan aktif para aktor pendidikan itu akan
menjadi percuma. Hal ini bisa kita lihat pada implementasi kurikulum 2013.
Sebenarnya konsep yang ditawarkan sangat bagus sekali untuk menciptakan para
penerus bangsa yang hebat. Yang pada kurikulum ini menekankan pada aspek
pendidikan karakter.
.jpg)
Melalui pendidikan, dan melalui kurikulum harapannya Indonesia
dapat melahirkan orang-orang hebat. Karena bagaimanapun juga kemajuan suatu
bangsa dapat dilihat dari seberapa maju pendidikan di bangsa tersebut. Dan kita
sedang berupaya akan hal tersebut. Maka dari itu, harapannya kurikulum dalam
ranah sosiologis tidak hanya merupakan arena kontestasi bagi para elit politik.
Sehingga muncul asumsi bahwa setiap ganti menteri berganti pula kurikulumnya.
Hal tersebut harus benar-benar kita cermati, mengingat cita-cita bangsa ini
yang begitu besar untuk membangun bangsa yang lebih hebat. Maka sudah
selayaknya dalam penyusunan kurikulum harus terhindar dari praktik-praktik yang
berbau tendensius. Selain itu dalam pengembangannya kurikulum harus memiliki
landasan yang kuat, agar pengembangannya dapat berjalan sesuai dengan yang
diinginkan. Dalam penetapan landasan kurikulum harus memuat landasan filosofis,
yuridis, serta konseptual.
Sudah selayaknya semua elemen bersatu padu untuk menciptakan dunia
pendidikan yang harmonis. Tidak hanya pada lingkungan sekolah saja melainkan
lingkungan keluarga dan masyarakat. Guru juga harus berperan aktif, dan tanggap
terhadap transformasi yang ada. Jangan sampai konsepnya sudah diatas langit
namun eksekutornya masih dibawah tanah. Artinya guru harus bisa mengimbangi dan
menjalankan apa yang menjadi tujuan dan cita-cita bersama.
Berikut analisis per-poin
dalam ke tiga landasan yang tertera di atas:
Landasan
Filosofis
Ø Filosofis pancasila yang memberikan berbagai prinsip dasar dalam
pembangunan pendidikan.
Sudah
sepatutnya pancasila menjadi landasan filosofis utama dalam pengembangan
kurikulum. Karena pancasila juga merupakan dasar NKRI sehingga apa-apa yang
terdapat dalam pancasila, merupakan keterwakilan masyarakat Indonesia. Selain
itu pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberikan kekuatan
hidup kepada bangsa Indonesia, dan memberikan bimbingan dalam kesejahteraan
hidup baik lahir maupun batin. Di dalam pancasila memuat nilai-nilai luhur
seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang ke
limanya harus menjadi dasar dalam pembangunan pendidikan di Indonesia.
Landasan
yang bagus ini seharusnya kita dapat mengimplementasikannya dengan baik. Agar
nilai dalam pancasila tidak kehilangan ruhnya, miris sekali ketika sila-sila
dalam pancasila itu dihafal di luar kepala namun nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya tidak di implementasikan dengan baik.
Ø Filosofi pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai luhur,
nilai-nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan masyarakat.
Out
put yang baik dari sebuah proses pendidikan adalah apabila peserta didik dapat
menjadi insan kamil. Yaitu manusia yang sadar akan posisinya sebagai abdullah
dan khalifah fil arldh maka dari itu landasa filosifis yang kedua dalam
pengembangan kurikulum ini didasarkan pada nilai-nilai luhur dan nilai-nilai
akademik, serta apa-apa yang menjadi kebutuhan peserta didik yang nantinya itu
adalah merupakan bekal bagi peserta didik untuk dapat hidup di masyarakat.
Sehingga dalam proses pendidikan dapat terbentuk manusia-manusia yang cerdas
yang berbudi luhur serta tanggap terhadap problematika masyarakat. Hal ini seperti
yang disebut Antonio Gramsci tentang intelektual organik, yaitu mereka para
teoritis yang menyatu secara organik dengan kebudayaan dan aktivitas
masyarakat. Mereka tidak menyebarluaskan pengetahuan secara formal kepada
masyarakat, namun mereka bergabung dan hidup bersama untuk membangun sebuah
masyarakat yang dinamis.
Landasan
Yuridis
Ø RPJMM 2010-2014 sektor pendidikan tentang perubahan metodologi
pembelajaran dan penataan kurikulum.
Dengan
landasan ini, dalam kurikulum 2013 dihadirkan metodologi pendidikan yang tidak
lagi berupa pengajaran demi kelulusan
ujian (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan
kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya dan bahasa Indonesia.
Pendidikan
hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek kognitif semata-mata tepai juga harus
mengembangkan aspek afektif dan psikomotorik secara holistik.
Dalam
penataan kurikulum dibagi menjadi penataan pada tingkat nasional, daerah,
sekolah dan seterusnya. Dalam hal ini ada pemberian kewenangan kepada sekolah
untuk menyusun silabus, buku teks siswa dan buku panduan guru. Pemerintah
daerah akan menyiapkan KD, silabus, buku teks siswa, dan buku panduan guru
untuk muatan lokal.
Namun
sekali lagi dalam penataan kurikulum ini harus ada pemantauan agar buku yang
dipelajari siswa isinya sesuai dengan apa yang diinginkan. Karena akhir ini,
marak sekali buku-buku yang beredar terutama buku Pendidikan Agama Islam yang
isinya banyak mengajarkan tentang radikalisme.
Ø PP No. 19 tahun 2010, tentang Standar Nasional Pendidikan.
Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang
mana dalam hal ini ada 8 standar pendidikan.
Pertama, Standar isi yang mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
Ke dua,standar proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif , inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Ke tiga, standar kompetensi lulusan Standar kompetensi lulusan digunakan
sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan.
Ke
empat, standar pendidik dan tenaga
kependidikan.
Pendidik
pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum:
a. lulusan
diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) untuk program diploma;
b.
lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (S1); dan
c.
lulusan program doktor (S3) untuk program magister (S2) dan program doktor
(S3).
Tenaga
Kependidikan pada pendidikan tinggi harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan
sertifikasi sesuai dengan bidang tugasnya.
Ke lima, standar
sarana dan prasarana
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap
satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Ke
enam, standar pengelolaan. Pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan
tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan
akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan
lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
Ke
tujuh, standar pembiayaan Pembiayaan
pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Ke
delapan, standar penilaian pendidikan Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
a. penilaian hasil belajar oleh
pendidik; dan
b. penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan tinggi.
Dengan berlandaskan 8
standar pendidikan yang telah ditetapkan jika dalam pelaksanaannya bagus maka
akan berkualitaslah out put nya. Sayangnya belum semua lembaga
pendidikan dapat memenuhi 8 standar pendidikan ini secara ideal.
Ø INPRES nomor 1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas
pembangunan Nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif
berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter
bangsa.
Selain
perubahan yang lebih menekankan sisi afektif kurikulum 2013 juga mengupayakan
terciptanya suasana belajar yang aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa
untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa. Jadi selain peserta didik
tersebut cerdas dan mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional, tetapi
tetap berbudaya Indonesia, yang sopan, santun, cerdas, bermoral serta
berkarakter.
Landasan
Konseptual
Ø Relevansi pendidikan (link and match)
Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia. Langkah pembangunan selalu
diupayakan seirama dengan tuntutan zaman, dan perkembangan zaman selalu
memunculkan tantangan-tantangan baru. Relevansi pendidikan adalah sejauh mana
sistem pendidikan dapat mengahsilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan, yaitu masalah-masalah yang digambarkan dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional. Hasil dari pendidikan diharapkan dapat mengisi semua
sektor pembangunan yang beraneka ragam. Relevansi pendidikan dapat dilihat
dengan mengikuti alur input-proses-output-outcome. Input disini berupa peserta
didik, kurikulum, guru, dll. Sedangkan proses adalah berkaitan dengan proses
pembelajaran, yang outputnya dapat dilihat dari kemampuan peserta didik
berdasarkan hasil pengukuran kemampuannya. Dan outcomenya dapat berupa
peningkatan mutu lulusan yang dapat dilihat dari berapa lulusan yang
melanjutkan studi dan berapa lulusan yang survive di dunia kerja. Maka dari itu
mutu input dan proses sangat menentukan mutu output dan outcome. Maka dari itu
pada kurikulum 2013 lebih ditekankan bagaimana membangun kesadaran dan daya
kreatif siswa.
Ø Kurikulum berbasis kompetensi dan karakter
Dari
penyempurnaan kurikulum yang telah ada, kurikulum 2013 hadir dengan penekanan
pada peningkatan kompetensi dan pembentukan karakter. Karena sangat percuma
jika seorang siswa mahir dalam sisi kognitifnya namun dalam segi afektif ia
tertinggal. Seperti hanya ia mampu berteori, tapi gagap dalam menyelesaikan
problematika yang ada disekitarnya. Maka dari itu, konsep yang diusung dalam
kurikulum ini adalah belajar dari realitas. Agar kemampuan kognitif, afektif
dan psikomotoriknya berimbang.
Ø Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
Apa
yang dipelajari siswa adalah apa yang dialaminya di kehidupan nyata. Tidak
seperti kurikulum sebelumnya yang terlalu padat teorinya, namun implementasinya
dalam realitas kehidupan sangat kecil. Maka dari itu dalam pengembangannya
kurikulum 2013 berlandaskan pada pembelajaran kontekstual.
contextual
teaching and learning
sebagai konsep belajar membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen, yaitu kontruktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
Hal ini sebagaimana konsep pendidikan yang ditawarkan Paulo
Freire sebagai antitesis pendidikan bergaya bank, dan untuk pendidikan ini
Freire menyebutnya dengan pendidikan hadap masalah. Karena yang menjadi objek
belajar siswa adalah realitas kehidupan yang dihadapi oleh siswa.
Ø Pembelajaran aktif (student active learning)
Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student
Centred Learning) menjadi
pendekatan wajib bagi pembelajaran
kurikulum 2013 yang
mendahulukan kepentingan dan kemampuan siswa (dalam belajar). Pembelajaran
aktif harus memberi ruang bagi
siswa untuk belajar menurut ketertarikannya,kemampuan pribadinya, gaya belajarnya. Siswa
secara natural berbeda-beda satu dengan yang lainnya baik dalam
ketertarikannya terhadap suatu bahan ajar, kemampuan intelektual masing-masing
maupun dalam gaya belajar yang disukainya. Guru dalam pembelajaran kurikulum
2013 yang ingin menciptakan pembelajaran aktif harus berperan sebagai fasilitator yang
mampu membangkitkan ketertarikan siswa terhadap suatu materi belajar dan
menyediakan beraneka pendekatan cara belajar sehingga siswa (yang berbeda-beda
tersebut) memperoleh
metoda belajar yang paling sesuai baginya. Lebih jauh lagi
kemampuan intelektual dari masing-masing siswa berbeda-beda. Sebagian siswa
bisa belajar secara mandiri dengan cara mendengar, membaca, melihat, menonton
video, mengikuti demonstrasi keahlian tertentu dsb. sendiri tanpa orang lain
membantunya, namun sebagian lainnya siswa perlu berinteraksi / berkolaborasi
dengan lingkungan belajar lainnya seperti dengan teman-temannya, guru,
lingkungan kelas, sekolah dan bahkan perlu bekerja bersama dalam suatu kelompok
kerja. Sebagian yang lain lagi perlu sedikit bermain dengan tantangan dsb.
Ø Penilaian yang valid, utuh dan menyeluruh
Dalam
sistem penilaiannya kurikulum 2013 menekankan pada penilaian terhadap tiga
komponen dalam proses. Tiga komponen tersebut adalah skill
(ketrampilan), knowledge (pengetahuan), dan attitude (perilaku).
Tiga komponen itu didapatkan ketika proses pembelajaran berlangsung. Jadi tidak
hanya hasil tes tertulis saja yang dinilai dalam sistem penilaian kurikulum
2013 ini.
Dengan
penialain yaang valid, utuh dan menyeluruh diharapkan siswa dapat terbentuk
sesuai konsep yang diinginkan.
Pada dasarnya landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum
2013 sudah sangat kuat, dan sudah mencakup berbagai aspek. Mulai dari landasan
filosofis, yuridis, dan konseptualnya sudah sangat jelas. Namun ketika kita
lihat di lapangan, sepertinya penerapan kurikulum 2013 belum semuanya siap. Hingga sempat
muncul pernyataan dari mentri pendidikan untuk kembali pada kurikulum yang lama
yaitu KTSP. Jika kita kembali pada KTSP maka bukannya kita mengambil langkah
maju tetapi mengambil langkah mundur satu langkah. Hingga ahirnya, dalam
lembaga pendidikan saai ini masih ada yang menggunakan kurikulum 2013 dan KTSP.
Sebenarnya konsep dari kurikulum 2013 sudah sangat bagus, hanya saja terkadang
belum semua daerah siap untuk melaksanakannya, walaupun sebenarnya sudah banyak
dilakukan sosialisasi. Terkadang guru masih terjebak pada sistem pembelajaran
yang monoton, yang memposisikan siswa hanya sebagai pendengar. Sehingga tidak
tercipta suasana pembelajaran aktif dalam kelas. Selain itu model pembelajaran
tematik integratif masih sering membuat guru terjebak masuk ke dunia mata
pelajaran yang parsial. Harus ada keserasian antara guru, sarana prasarana di
sekolah, siswa dan konsep yang ditawarkan kurikulum 2013. Jika semuanya selaras
maka terciptalah generasi-generasi bangsa yang cerdas, punya daya saing yang
tinggi, memegang teguh nilai-nilai budaya, bermoral dan berkarakter. Dengan
generasi-generasi emas seperti itu tak ayal lagi Indonesia menjadi sebuah
negara yang berpendidikan tinggi.
Label: kuliah
Bersama Jateng
Hari itu adalah hari dimana aku mengakhiri 1 periodeku di wilayah
Jawa Tengah. Waktu itu bertempat di Jepara, 6-8 Juni 2014 merupakan agenda
reorganisasi Forum Silaturahim Mahasiswa (FORSIMA) PAI se Jawa wilayah Jawa
Tengah. Dalam periode awal ini aku dipercaya oleh kawan-kawan memegang 1 tahun
kepengurusan Jateng. Sebuah amanah yang berat untukku. Karena sebelumnya aku
adalah orang yang awam jika berbicara masalah organisasi. Dan sekali ini
langsung mengambil porsi Jawa Tengah, sekup yang tidak bisa dikatakan kecil.
Aku terpilih sebagai koordinator wilayah secara aklamasi, waktu itu
musyawarah wilayah yang pertama kali dilaksanakan di antara wilayah-wilayah
yang lain dalam lingkup Jawa. Muswil pertama di gelar di Semarang, hingga
menghasilkan sebuah kepengurusan wilayah jateng pada organisasi Forsima.
Tak mudah aku menjalani satu periodeku. Ini adalah langkah awal,
karena memang organisasi ini baru dibentuk. Tak ada panutan dalam aku
melangkah. Aku hanya berbekal semangat dari diri sendiri serta semangat dari pengurus
yang lain. Tak lupa juga dorongan
motivasi dari para pendiri dan para senior yang turut serta mengiringi
langkahku.
Kala itu pertama kali menjabat sebagai korwil aku tak berpikir
muluk-muluk tentang organisasi ini. Yang ada dibenakku saat itu bagaimana aku
menjaga organisasi ini agar tetap hidup dan dapat membangun soliditas di
wilayah Jawa Tengah. Meski hanya demikian tanggung jawab ini tak bisa dianggap
remeh. Kendala ruang dan waktu yang ada mengharuskanku agar benar-benar menjaga
pola komunikasi yang ada.
Beberapa agenda telah terlaksana, namun ada juga yang tidak
terlaksana. Waktu itu separo lebih dari pengurus turut hadir dalam forum
tertinggi wilayah tersebut. Sampai detik itu aku merasa terharu pada
dulur-dulur yang punya semangat yang luar biasa dalam membangun wilayah Jateng.
Maka dengan diterimanya Laporan Pertanggung Jawaban kami purna sudah
kepengurusan kami. Dan kini saatnya generasi setelah kami yang harus
melanjutkan cita-cita besar FORSIMA.
Label: curhat
(K)opi Senja
Juga pada
secangkir kopasus yang mungkin kau rindukan (jua)
Jika rindu
adalah kabar dari Tuhan,
Maka kopasus
adalah surat balasan dariku
Masih kutaruh
harapan pada ketidak mungkinan,
Atau bahkan
pada kemungkinan yang belum mendapatkan waktunya
Jika merindumu
adalah sebuah anugerah maka biarlah senja tetap begini
Aku mengharapkan
cangkir itu,
Pada hari ke
dua awal tahun lalu,
Ah...ternyata
aku tak mengharapkan cangkir itu,,
Aku mengharapkan
kopasus dalam cangkir itu
Yang berada di
dalam cangkir tepat di depanku,
Itu juga di
hari ke dua awal tahun lalu,
Ah..ternyata
aku tak menginginkan kopasus dalam cangkir itu
Aku hanya
menginginkan kesatuan yang ada di depanku
Sebuah cangkir,
kopasus di dalamnya dan kita yang berada diantaranya
di hari ke dua
awal tahun lalu,,
Maka biarlah
berlalu,,
Dan kita bisa
mengenangnya melalui kopi dan senja
Label: puisi
Belajar Sejarah

Ternyata dibalik kitab suci yang sekarang ini berada di tangan
kita, ada sebuah perjuangan yang sangat besar sekali, melalui waktu yang
panjang dan tenaga yang ekstra. Betapa tidak, kitab suci yang sehari-hari bisa
kita baca sekarang ini dahulu kala pada zaman
Nabi dijaga Nabi dan para sahabat dengan di hafalkan. Namun, ada
beberapa sahabat yang menulisnya di kulit binatang, batu, pelepah kurma ataupun
tulang-tulang. Semua itu dilakukan karena kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an. Setelah
Nabi Wafat, penjagaan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dilakukan dengan
mengumpulkan tulisan-tulisan yang berada pada media-media tersebut, dan itu
atas usulan Umar bin Khattab karena pada masa Abu bakar banyak dari penghafal
Al-Qur’an yang wafat dalam perang Riddah. Maka diutuslah Zaid bin Tsabit untuk
mengumpulkan tulisan tersebut menjadi sebuah buku. Yang ketika Abu bakar wafat
mushaf tersebut disimpan oleh salah satu Istri Nabi yaitu Hafsah.
Dalam proses pengumpulan yang dilakukan oleh zaid bin Tsabit
membutuhkan waktu 6-8 tahun, yang itu dilakukan di masjid. Betapa usaha yang
sangat besar untuk melakukan hal tersebut. Mengingat tidak ada data yang pasti
terkait hal ini, yang ada hanya mereka para penghafal yang kemudian datang
kepada Zaid dan menyetorkan hafalannya, dan diklarifikasi riwayat darimana
orang tersebut mendapat hafalannya. Apakah sampai kepada Nabi ataukah tidak,
dan jika sampai pada Nabi harus pula dihadirkan dua orang saksi bahwa orang
tersebut mendapat ayat-ayat tersebut dari Nabi.
Sebenarnya apa yang dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit bukanlah
berupa tulisan, namun lebih kepada rasm (gambar, lukisan, tanda ataupun simbol)
karena memang mushaf Usmani itu lebih berupa seperti simbol-simbol untuk
menjaga hafalan para penghafal Qur’an, yang bisa membaca adalah mereka yang
hafal Qur’an. Sehingga atas rasm tersebut sering mendapat kritik dari para
orientalis, mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an sudah tidak orisinil karena tidak
sama dengan tulisan yang ada pada mushaf
Utsmani (yang mereka anggap teks asli). Dan disini dijelaskan bahwa itu
bukan merupakan tulisan, melainkan rasm. Jadi sangat salah sasaran jika yang
dijadikan dasar rasm tersebut. Karena bukti utama adalah berupa hafalan yang
jika diruntut sampai pada Nabi dan dibuktikan dengan dua orang saksi.
Pembukuan Al-Qur’an dilanjutkan pada masa Utsman bin Affan, karena
melihat pada saat itu banyak bacaan yang berbeda antar umat Islam yang
sandarannya tidak pada Nabi namun pada masing-masing suku. Dan Utsman juga
menginstruksikan bahwa mushaf yang tidak resmi harap dibakar, jadi mushaf yang
resmi adalah yang digarap oleh negara dibawah komando Zaid bin Tsabit dengan
memperhatikan berbagai macam qira’at yang ada yang sandarannya kepada Nabi. Pembakaran
tersebut bertujuan untuk : pertama, menyatukan kaum muslimin pada satu
macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya. Kedua menyatukan bacaan kendatipun masih ada
perbedaan, namun harus tidak berlawanan dengan ejaan mushaf Usmani. Ketiga
menyatukan tertib susunan surat-surat menurut tertib urut yang kelihatan pada
mushaf sekarang ini. Terkait dengan poin ketiga sempat ada perdebatan tentang
surat mu’awwidatain (Al-Alaq dan An-Nas) menurut Ibnu Mas’ud dua surat ini
tidak termasuk dalam Al-qur’an. Karena dianggap dua ayat ini sebagai mantra,
melihat ketika Nabi mendapat dua ayat ini adalah ketika Nabi terkena sihir.
Tentang perbedaan qira’at ada sebuah hadits yang menceritakan bahwa
pada suatu hari seorang sahabat bernama Hisyam bin Khakam menjadi imam dalam
sebuah sholat. Dan dalam sholat tersebut sahabat Umar turut sebagai makmum. Dalam
bacaan shalat dialek yang digunakan Hisyam tidak sama dengan yang digunakan
Umar, yang dalam kisahnya Umar merasa geram terhadap Hisyam. Karena apa yang
diajarkan Nabi kepadanya tidak sesuai dengan apa yang dibaca Hisyam pada bacaan
shalat tersebut. Usai shalat Umar langsung mendekati Hisyam, dan keduanya
berdebat tentang qira’at. Umar menyatakan bahwa bacaan yang diajarkan Nabi bukan
seperti itu (yang dibaca Hisyam). Hisyam pun menyatakan bahwa apa yang ia baca
itu juga ia dapat dari Nabi. Keduanya pun datang kepada Nabi dengan
menceritakan permasalahan yang ada. Mulanya Nabi menyuruh Hisyam membaca, dan
Nabi berkomentar, ya memang seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. Kemudian ganti
umar yang membaca dan Nabi pun berkomentar sama, ya seperti itulah Al-Qur’an
diturunkan. Kemudian Nabi menambahkan: Al-Qur’an itu diturunkan atas tujuh
huruf, maka bacalah yang menurut kalian ringan.
Ada berbagai macam pendapat mengenai dialek, ada pendapat yang
mengatakan bahwa para penghafal membaca di depan Nabi dengan dialek mereka
masing-masing dan Nabi membolehkannya. Pendapat satunya mengatakan bahwa memang
Nabi mengajarkan bacaan kepada sahabat dengan dialek yang berbeda-beda. Dan jika
kita lihat dari cerita diatas sepertinya pendapat kedua yang lebih cocok. Karena
pada cerita tersebut baik Hisyam ataupun Umar mendapat bacaannya dari Nabi.
Banyak terjadi beda penafsiran atas tujuh huruf yang disabdakan Nabi, ada yang menafsirkan
tujuh huruf itu adalah qira’ah sab’ah, ada juga yang menafsirkan tujuh itu
adalah mewakili banyaknya keberagaman bacaan yang ada. Namun dalam hal ini Abu
Bakar Ibnu Mujahid seorang pemerhati Qira’at mengambil dari berbagai daerah,
sehingga terakumulasilah qira’ah sab’ah diantaranya: Dari madinah : Nafi’, dari
Makkah: ibnu Katsir, dari basrah: Ibnu ‘Amr dan Abu Umar, dari Kufah ada Ashim,
Khumroh dan Ali Al-Kisa’i.
Setelah penulisan Al-Qur’an Utsman mengirimkan Al-Qur’an ke setiap
kota besar. Pada mushaf utsmani ini penulisan belum disertai dengan titik
ataupun tanda baca. Setelah masa utsman baru ada penyempurnaan berupa
penambahan titik dan tanda baca.
Sedikit
cerita dari dosen disela perkuliahan siang itu, bahwa begitu pentingnya titik
beserta tanda bacanya dan diceritakanlah sebuah kisah:
Pada
suatu hari ada seorang yang diutus untuk mengantarkan sebuah surat dan satu
koper uang kepada seorang raja. Di tengan perjalanan orang tersebut membuka
suratnya dan terdapat tulisan yang orang tersebut membacanya ايك نعبد و ايا ك نستعين padahal di surat
tersebut tidak ada titik dan tanda bacanya. Kemudia ia kuburlah uang didalam
koper tersebut karena ia berfikir tidak ada hubungan antara isi surat tersebut
dengan uang yang ia bawa. Sampailah orang tersebut kepada raja, dan ia serahkan
pula surat tersebut. Raja bertanya kepada orang tersebut, apa saja yang
dititipkan kepadanya, apakah hanya surat itu atau ada yang lain. Orang itu
menjawab bahwa yang dititipkan padanya hanya surat itu. Seketika itu pula raja
memerintah kepada pengawalnya untuk memenjarakan orang tersebut, karena raja
membaca surat tersebut yang artinya kurang lebih telah datang kepadamu seorang
hamba beserta tujuh puluh dinar.
Hikmah yang dapat diambil dari cerita ini adalah, betapa pentingnya
titik dan tanda baca dalam sebuah tulisan. Karena tanpa keduanya kita akan
salah dalam membacanya dan memahami artinya. Betapa sangat luar biasa sekali
Al-Qur’an yang kita miliki sehingga dapat kita baca dengan mudah saat ini, yang
hurufnya sudah jelas dan lengkap dengan titik, tanda baca dan waqafnya.
Begitulah
kami mengakhiri perkuliahan, dengan masih banyak pertanyaan yang muncul dibenak
kami. Dan apa yang disampaikan penulis disini berdasarkan pemahaman penulis
terhadap apa yang disampaikan di siang tersebut. So, jika ada yang kurang tepat
dibetulkan saja..karena penulis adalah seorang manusia yang tak bisa lepas dari
salah dan lupa.
Label: kuliah