"Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan
(dengan) pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.
Sesungguhnya Rabb-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui, tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang lebih mengetahui, orang-orang yang
mendapat petunjuk." – (QS.16:125)
Siang
ini dalam keheningan, tiba-tiba aku di ajak bicara oleh orang yang lebih sepuh
dari saya. Mungkin beliau masih menganggap saya anak-anak dalam segala hal,
terutama dalam hal pemikiran. Kemarin orang ini baru saja hadir dalam sebuah
majelis, entah apa yang dituturkan “tokoh” dalam majelis tersebut. Yang jelas
dalam panasnya kota perbatasan ini orang tersebut tiba-tiba bertutur kepadaku,
melanjutkan apa yang dituturkan dari “tokoh” majelis yang dihadirinya kemarin. ”kita
tidak boleh menggunakan istilah hari minggu, alasannya karena Rasulullah tak
pernah menggunakan kata minggu, kita harus menggunakan diksi hari ahad”, begitu
tuturnya. Aku diam sejenak dan menoleh, karena saat itu aku sedang berada di
depan laptop. Aku timpali sedikit pernyataannya yang sebenarnya tidak
membutuhkan tanggapan, karena mungkin itu adalah sebuah pengetahuan baru yang
harus diberikan pada anak yang masih di anggap kecil seperti saya.
Saya
hanya menimpali, ahh itu hanya masalah bahasa. Kalo semua ikut Kanjeng Nabi
tidak hanya ahad dong,,,kita juga harus menyebut senin itu isnain dan
seterusnya. Kemudian kami saling diam, sembari aku sedikit berfikir tentang
hubungan bahasa, budaya, Islam, dan juga Indonesia.
Bahasa
adalah merupakan bagian dari kebudayaan sebuah bangsa atau negara. Islam adalah
sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad,
dan Nabi Muhammad berada di tanah Arab kala itu. Sehingga apa-apa yang
dari ataupun untuk beliau pasti tidak jauh dari konteks lokalitas Arab,
termasuk bahasa yang merupakan bagian dari budaya. Dalam hal ini wahyu terbesar
umat Islam yang disampaikan kepada beliau (red. Nabi Muhammad) pun berbahasa
Arab, karena tak dapat kita pungkiri, Al-Qur’an adalah merupakan problem solver
dari segala macam permasalahan umat pada masa itu, masa sekarang dan masa yang
akan datang. Dan masa itu, Islam pertama kali adalah di Tanah Arab.
Islam
dan budaya memang tak bisa dipisahkan, tapi kita tidak bisa mengklaim bahwa
Islam merupakan budaya. Islam adalah sebuah agama yang dinamis, yang fleksibel
yang mampu berbaur dengan berbagai macam budaya, baik Arab ataupun Indonesia. Jadi,
untuk urusan seperti ini apakah kita masih mau berdebat tentang Kanjeng Nabi
tidak pernah menggunakan diksi hari “minggu, senin, selasa, dst..” ya jelas
saja kan beliau orang Arab. Sama dengan ketika kita berbicara orang Islam di
Amerika, apakah mereka menggunakan diksi “ahad” atau “minggu” tidak kan??mereka
akan menggunakan diksi “Sunday”.
Islam
adalah agama yang universal sekaligus lokal, sisi universalitas Islam berada
pada wahyu yaitu Al-Qur’an sedangkan pemaknaan terhadap wahyu bersifat lokal,
artinya tergantung pada konteks lokalitas sebuah daerah. Ketika kita tinggal di
Indonesia, berislam lah sesuai dengan konteks Indonesia. Tidak ada yang salah
semua baik, tidak ada hukuman dosa bagi orang yang menggunakan diksi “ahad”
ataupun “minggu” karena hal itu hanya merupakan urusan furu’iyah dalam Islam.
Jangan
mudah untuk berdebat dan saling menyalahkan, pahami konteks permasalahan dan
juga ilmunya. Pahami juga mana bagian-bagian ushul dan bagian-bagian furu’,
mana bagian yang sakral mana bagian yang profan. Jangan sampai kita
mensakralkan yang profan atau memprofankan yang sakral. Karena Islam itu Indah,
Islam itu toleran.
0 komentar:
Posting Komentar