Islam Indonesia; Sebuah Sintesis


 “Wahyu bukanlah sesuatu yang berada diluar konteks yang kukuh tak berubah. Wahyu selalu berada dalam konteks yang mengalami perubahan demi perubahan”.
Indonesia tak pernah lekang dari permasalahan radikalisme, terutama yang berhubungan dengan agama. banyak gerakan-gerakan radikal yang mengatasnamakan Islam, yang suka membunuh sesama dengan dalil jihad fi sabilillah gerakan-gerakan tersebut pernah menjamur di Indonesia. Orang-orang tersebut hanya kurang bisa memahami wahyu yang diturunkan Tuhan secara kontekstual. Sehingga muncullah truth claim yang begitu saja mengesampingkan sikap tasamuh atau toleran. Padahal dalam Al-Qur’an sangat dianjurkan untuk saling mengenal antara sesama makhluk ciptaan Allah. Namun pemahaman yang salah terhadap wahyu dapat melahirkan gerakan-gerakan radikal yang sangat merugikan bangsa dan agama.
Sangat jelas sekali, apa yang mereka (red, gerakan radikal) lakukan sangat menciderai ideologi bangsa kita, yaitu pancasila. Pancasila dengan nilai-nilai yang dikandungnya mempunyai harapan untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Karna kita tahu bahwa Indonesia sangat heterogen sekali masyarakatnya, dalam hal agama, suku, ras serta budaya. Kita harus tetap menjaga apa yang menjadi warisan masing-masing leluhur kita, sehingga kita harus berdiri diatas perbedaan-perbedaan tersebut dan bersatu padu memnjadi Indonesia. Hal ini pun senada dengan semboyan bangsa Indonesia yaitu bhineka tunggal ika, yang artinya walaupun berbeda tetapi tetap satu jua. Maka dari itu sebagai warga Negara yang baik, kita harus selalu berpegang teguh pada nilai-nila pancasila, serta tidak mudah terpengaruh oleh kelompok-kelompok atau organisasi yang tidak jelas ideologinya serta menyimpang dari ideologi luhur bangsa.
Dialektika Islam
Islam meupakan agama Rahmatan lil alamin yang mampu berdialektika dengan berbagai budaya pada tiap lokusnya. Ajaran-ajaran Islam mampu berkolaborasi baik dengan budaya dan peradaban disuatu daerah. Hingga dalam sebuah diktum dikatakan al-adah muhakkamah, adat masyarakat bisa dijadikan sumber Islam. Artinya hukum Islam itu dipengaruhi oleh kultur setempat. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syari’at seperti kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan serta bentuk bangunan masjid. Islam itu adalah agama rahmat, jadi jangan dibuat seram dan menakutkan sebagaimana yang dilakukan oleh para teroris yang mengatasnamakan Islam, dan seolah-olah mereka adalah pejuang Islam.
Islam masuk dan berbaur dalam suatu daerah tentu saja tidak dalam keadaan budaya yang kosong. Arab misalnya, Islam pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad di daerah ini. Secara historis semua orang mengetahui bahwa Arab pada masa itu sudah memiliki budaya yang kuat dan mengakar, yaitu budaya kaum-kaum jahiliyah. Dalam konteks ini Islam mampu berdialektika dengan budaya Arab pra Islam, sedikit demi sedikit ajaran Islam masuk dan berbaur dengan budaya tersebut. Pada saat itu Nabi tak lantas dengan sekaligus memberangus budaya pra Islam dan menggatikannya dengan budaya sebagaimana Islam mensyari’atkannya.
Islam itu datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju sebuah kehidupan yang dinamis dan harmonis. Dengan demikian, Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut sebuah masyarakat, akan tetapi Islam menginginkan agar umatnya jauh dan terhindar dari hal-hal yang tidak bermartabat dan membawa madlarat didalam kehidupannya. Sehingga dalam hal ini Islam perlu meluruskannya dan membimbing kebudayaan yang berkembang dimasyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan dengan merujuk pada al-Qur’an dan hadits.
Islam itu ramah bukan marah, begitulah ungkapan yang sering kita dengar dari sang guru besar kira, Gus Dur. Ungkapan tersebut sederhana namun mengandung makna yang dalam, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk saling membenci, menyakiti, atau saling membunuh. Islam selalu mengajarkan umatnya untuk selalu bersikap ramah, saling mengasihi, saling menyayangi terhadap semua ciptaan Allah.
Sebuah Sintesis
Ketika Islam masuk ke Indonesia, sudah ada budaya Hindu Budha yang terlebih dahulu singgah dan mengakar pada kehidupan masyarakat Indonesia. Namun Islam mampu berdialektika dengan budaya sebelumnya sehingga menghasilkan sintesa baru berupa Islam Indonesia dan tentunya tidak sedikitpun mengurangi hal-hal yang bersifat Ushuliyah atau hubungan kita dengan Tuhan karena itu merupakan esensi Islam. Sesuatu yang bersifat ushuliyah tersebut, manusia tidak punya wewenang untuk merubahnya, karena hal tersebut mutlak adanya, dan perubahan daripadanya akan menghilangkan esensi dari Islam.
Berbeda halnya dengan sesuatu yang bersifat furu’iyah, unsur lokalitas sangat mempengaruhi sesuatu yang bersifat furu’iyah. Sebuah contoh, bahwasanya Islam Indonesia merupakan sebuah sintesa antara wahyu dan tradisi lokal. Sholat adalah merupakan perintah dari Allah yang termaktub dalam al-Qur’an (red, wahyu), dan dalam hal ini sholat bersifat ushuliyah karena merupakan bentuk hubungan langsung antara seorang hamba dan sang pencipta. Dalam sholat kita diwajibkan untuk menutup aurat yang merupakan syarat sahnya sholat. Namun, sesuatu yang kita gunakan untuk menutup aurat itu bersifat furu’iyah yang tentunya sangat memperhatikan unsur lokalitas.
Di Negara Arab menutup aurat bisa dilakukan dengan memakai sarung tangan, kaos kaki, busana muslim, jubah, sorban serta cadar. Berbeda halnya dengan Indonesia kita mengenal adanya mekena, baju koko, sarung dan juga peci yang semuanya itu juga dapat kita gunakan dalam sholat, dan esensinya pun sama yaitu menutup aurat, dan itu adalah merupakan identitas masing-masing bangsa tergantung dimana kita tinggal.
Bentuk lain dari proses dialektika Islam dengan budaya lokal adalah tradisi sedekah bumi atau nyadran. Dahulu sebelum Islam dating di Indonesia tradisi ini dilakukan dengan ritual-ritual penyembahan, namun ketika Islam datang pemujuaan-pemujaan tersebut ditujukan hanya kepada dzat yang maha suci yaitu Allah SWT, tiak lagi pada pohon atau batu besar. Tradisi-tradisi seperti ini yang merupakan identitas dari Islam kita yaitu Islam Indonesia yang merupakan sintesis dari adanya wahyu dan budaya bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar