makalah resensi



RESENSI
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Jurnalistik
Dosen Pengampu: M. Rikza Chamami, MSI




 









Disusun Oleh:
Nafi’atur Rohmaniyah            103111128
Novita Nur ‘Inayah                 103111130
Rochmatun Naili                     103111131


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA  ISLAM  NEGERI  WALISONGO
SEMARANG
2013

RESENSI
I.            PENDAHULUAN
            Dalam sebuah karya yang telah ditelurkan perlu adanya penilaian terkait dengan karya tersebut. Resensi merupakan sebuah tulisan yang berisi tentang penilaian sebuah karya, bisa berupa buku ataupun film. Resensi sebuah karya tidak hanya dipajang di beberapa surat kabar maupun majalah. Resensi juga digelar di kampus, radio, televisi, toko buku, atau internet. Bahkan, sebagian besar surat kabar kita telah menyediakan kolom atau halaman khusus untuk memajang masalah perbukuan ini.
            Dalam kegiatan resensi, juga perlu adanya penilaian yang seimbang. Penilaian yang seimbang akan memberikan makna tersendiri bagi penulis, penerbit, dan pembaca. Mengingat fungsi resensi ialah memberi informasi adanya buku baru, memberi hiburan, promosi, dan membangun sinergi antara pengarang, penerbit, toko buku, distributor, dan pembaca.
            Meresensi buku di media cetak memang gampang-gampang susah. Namun demikian, sesulit apapun jika ada keberanian, kemauan, keseriusan, dan kesabaran, insya Allah akan berhasil juga.

II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa Pengertian Resensi?
B.     Bagaimana struktur tulisan resensi?
C.     Apa saja jenis-jenis resensi?
D.    Bagaimana teknik penulisan resensi?

III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Resensi
            Resensi secara bahasa artinya pertimbangan atau perbincangan (tentang) sebuah buku (WJS. Poerwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984:821). Perbincangan yang dimaksud berupa sebuah tulisan yang dimuat disurat kabar atau majalah, berisi penilaian tentang kelebihan atau kekurangan sebuah buku, menarik- tidaknya tema dan isi buku, kritikan dan memberi dorongan kepada khlayak tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan dimilik atau dibeli.[1]
            Ada pula yang menyatakan bahwa resensi buku itu juga disebut telaah buku. Kata telaah berasal dari bahasa arab Thala’a yathla’u yang berarti membaca dengan seksama. Kemudian dalam bahasa Indonesia diartikan dengan penyelidikan, pemeriksaan, dan penelitian. Dengan demikian, telaah buku berarti melakukan pembacaan buku dengan seksama, teliti, dan penyelidikan.
            Resensi memang perlu mempertimbangkan banyak faktor, seperti tema, penulis, sistematika penulisan, penerbit, kebaruan, dan perkembangan keadaan.  Sebab tidak semua buku itu layak diresensi karena tidak memiliki nilai-nilai keilmuan, pendidikan, moral, budaya, sosial, politik, ekonomi dan lainnya. Betapa banyaknya buku-buku yang terbit karena sekedar mengejar popularitas nama pengarang dan mendongkrak nama penerbit. Tidak sedikit buku-buku yang beredar hanya mementingkan keuntungan materi dengan mengabaikan nilai moral dan kestabilan politik negara.[2]
            Dalam kamus jurnalistik, resensi mempunyai arti tulisan di media masa yang berisi penilaian tentang kelebihan atau kekurangan sebuah karya tulis (buku), krya sastra (novel), atau karya seni (film, sinema). Biasanya mengandung penilaian tentang tema dan isi, kritikan, serta dorongan kepada publik perlu tidaknya mebca atau menonton karya tersebut.[3]
            Resensi merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang bersifat subjektif. Meskipun demikian, dalam meresensi sebuah buku haruslah seobjektif mungkin, terlepas dari unsur subjektif si penilainya.
Resensi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menilai baik tidaknya sebuah buku. Dalam hal ini, yang dinilai adalah keunggulan dan kelemahan buku (baik fiksi maupun nonfiksi) sehingga orang merasa terpersuatif setelah membacanya. Secara etimologis resensi berasal dari bahasa latin, yaitu kata kerja revidere dan recensere, yang artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama untuk istilah itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review.
            Menurut Keraf, resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Sejalan dengan pendapat Keraf, Menurut Isdriani K. Pudji, resensi adalah tulisan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Oktavianawati, yang mengatakan bahwa “resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya, baik itu buku, novel, majalah, komik, film, kaset, CD, VCD, maupun DVD.[4]
              
B.     Struktur Tulisan Resensi
Sebuah tulisan resensi buku biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu:
Pertama, bagian pendahuluan. Berisi informasi objektif atau identitas buku. Meliputi judul, penulis, penerbit dan tahun terbitnya, jumlah halaman, dan bila perlu harga buku tersebut.
CONTOH:[5]
Judul Buku        :    Zaman Baru Islam Indonesia (Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nur Cholis Madjid, Jalaludin Rakhmat)
Penulis                :    Dedy Djamaluddin Malik & Idi Subandy Ibrahim
Pengantar           :    Mohammad Sobary
Penarbit              :   Zaman Wacana Mulia, Bandung
Cetakan              :    Pertama, Januari 1998
Tebal                  :    337 Halaman
 Judul resensi buku setidak-tidaknya bisa menggambarkan keseluruhan isi buku. Judul harus ilmiah populer, sebab bahasa media itu ilmiah populer. Ilmiah artinya ia tidak terlalu ngepop, tetapi juga tidak terlalu ilmiah sekali. Judul ngepop misalnya seperti “bahasa gaul” yang sering dijumpai pada judul-judul artikel majalah, tabloid atau media cetak lain yang pasarnya Anak Baru Gede (ABG). Bahasa resensi juga tidak terlalu ilmiah. Bahkan kalau bisa, menghindari pemakaian kata-kata asing yang berkebihan.[6]
Kedua, bagian isi. Berisi ulasan tentang tema atau judul buku, paparan singkat isi buku (mengacu kepada daftar isi) atau gambaran tentang keseluruhan isi buku, dan informasi tentang latar belakang serta tujuan penulisan buku tersebut. Diulas pula tentang gaya penulisan, perbandingan buku itu dengan buku bertema sama karangan penulis lain atau buku karangan penulis yang sama dengan tema lain.
Ketiga, bagian penutup. Pada bagian ini peresensi menilai bobot (kualitas) isi buku tersebut secara keseluruhan, menilai kelebihan atau kekurangan buku tersebut, memberi kritik atau saran kepada penulis dan penerbitnya (misalnya menyangkut cover, judul, editing), sera memberi pertimbangan kepada pembaca tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan dimiliki/ dibeli.
Biasanya, pada halaman belakang sebuah buku terdapat “resensi mini”. Ditulis oleh penerbitnya sebagai gambaran singkat isi buku sekaligus berpromosi/ menarik minat orang untuk membaca dan membeli buku tersebut.[7]
C.    Jenis-jenis Resensi
            Saryono membagi resensi buku berdasarkan sudut pandang atau sudut tinjauannya. Berdasarkan sudut pandang atau sudut tinjauan yang digunakan, resensi di bagi lagi menjadi dua, yaitu:
1.      Resensi berdasarkan media atau forum sajiannya.
2.      Resensi berdasarkan isi resensi atau isi sajiannya.
            Berdasakan media atau forumnya, resensi buku dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      resensi ilmiah,
2.      resensi ilmiah populer
            Hal yang membedakan kedua resensi tersebut adalah bahasa dan tatacara penulisan yang digunakan. Dalam resensi lmiah digunakan tatacara keilmuan tetentu menggunakan rujukan atau acuan, dan bahasa resmi dan baku serta yang dipaparkan selengkap-lengkapnya. Sementara itu, resensi ilmiah populer tidak menggunakan rujukan atau acuan tertentu. Selain itu, isi resensi seringnya hanya memaparkan bagian-bagian yang menarik saja. Penyajiannyapun tidak terlalu tunduk pada bahasa resmi atau bahasa baku.
            Sedangkan berdasarkan isi sajian atau isi resensinya lebih lanjut ia mengemukakan bahwa resensi buku digolongkan menjadi tiga jenis yaitu:
1.      resensi informatif
resensi informatif hanya berisi informasi tentang hal-hal dari suatu buku. Pada umumnya, isi resensi informatif hanya ringkasan dan paparan mengenai apa isi buku atau hal-hal yang bersangkutan dengan suatu buku.
2.      Resensi evaluatif
Resensi evaluatif lebih banyak menyajikan penilaian peresensi tentang isi buku atau hal-hal yang berkaitan dengan buku. Informasi tentang isi buku hanya disajikan sekilas saja bahkan kadang-kadang hanya dijadikan ilustrasi.
3.      Resensi informatif-evaluatif
Resensi informatif-evalautif merupakan perpaduan dua jenis resensi yaitu resensi informatif dan resensi evaluatif. Resensi jenis ini disamping menyajikan sebauh ringkasan buku atau hal-hal penting yang ada di buku juga menyajikan penilaian peresensi tentang isi buku.
Dari ketiga jenis resensi tersebut, jenis resensi ketigalah yang paling ideal karena bisa memberikan laporan dan pertimbangan secara memadai. Oleh sebab itu, dalam meresensi buku penulis resensi lebih banyak memilih jenis resensi informatif-evaluatif. Hal ini dipertimbangkan karena jenis ini lebih menggabungkan kedua jenis resensi, yaitu resensi informatif dan resensi evaluatif. Ini berarti jenis resensi ini memiliki jenis kajian lebih lengkap jika dibandingkan dengan kedua jenis resensi lainnya. Jenis resensi ini menyajikan ringkasan buku dan juga penilaian peresensi terhadap buku tersebut terutama melihat kelemahan dan keunggulan isi buku tersebut.[8]
Setelah kita mengetahui jenis-jenis dalam resensi, kita juga perlu mengenal tipe atau bentuk resensi buku, semuanya bertujuan untuk menginformasikan isi buku tersebut. Masing-masing bentuk resensi akan memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri-sendiri. Adapun bentuk resensi dapat digolongkan sebagai berikut.
1.      Meringkas
Penulis resensi berusaha untuk meringkas dengan bahasa yang tidak bertele-tele. Tujuan meringkas ini jelas memberikan informasi yang padat dan singkat pada pembacanya. Sebab, tak jarang sebuah buku itu diuraikan secara panjang lebar. Disinilah ketajaman dan kelihaian peresensi dibutuhkan
2.      Menjabarkan
Adakalanya, sebuah buku teks sangat sulit dipahami oleh kebanyakan orang. misalnya buku-buku terjemahan, buku-buku teks perguruan tinggi, termasuk juga buku-buku filsafat. Tugas peresensi adalah menjabarkan (dengan bahasa sendiri) tentang keseluruhan isi buku tersebut.
3.      Menganalisis
Penulis resensi tidak sekedar meringkas dan memindahkan kata-kata dalam buku dalam bahasa resensi. Lebih dari itu peresensi buku harus memberikan wawasan tentang isi buku itu. Lebih dari itu metode penulisannya, cara pemaparannya juga dikemukakan.
4.      Membandingkan (Komparasi)
Meresensi buku juga bisa dilakukan dengan komparasi. Komparasi bisa dilakukan dengan membandingkan buku itu dengan pengarang yang sama atau dengan buku sejenis meskipun berbeda pengarang.
5.      Memberi penekanan
Resensi bentuk ini biasanya digunakan untuk meresnsi buku-buku kumpulan tulisan atau bunga rampai (satu penulis tapi beragam topik). Meresensi kumpulan tulisan memang lebih sulit daripada meresensi satu orang dengan pemikiran utuh.[9]
Buku yang dapat diresensi dengan cara memberikan penekanan adalah jenis buku-buku kumpulan tulisan atau bunga rampai. Begitu banyak masalah dan terkadang sejumlah masalah tersebut ditulis oleh banyak orang menjadikan penulis resensi sulit menentukan mana yang perlu ditonjolkan dalam resensi. Dalam kasus ini peresensi cukup mengambil masalah yang dianggap paling menonjol. Atau, dapat juga dengan mengambil uraian atau pendapat dari orang-orang yang sudah punya nama dan yang paling terkenal diantara para penulis yang ada dlam buku tersebut.[10]

D.    Teknik Penulisan Resensi
            Prinsip meresensi buku adalah mencari tema pokok dari buku itu. Caranya ialah dengan memberi uraian dalam bentuk ringkasan, ulasan, atau kajian dari setiap persoalan yang berkaitan erat dengan tema buku itu. Sebelum meresensi sebuah buku, yang perlu dilakukan adalah memahami buku tersebut dengan cara membacanya. Proses memahami sebuah buku bisa dilakukan dengan membaca buku sekali, dua kali, dan jika perlu berkali-kali tergantung kebutuhan.
            Untuk lebih cepat dalam memahami sebuah buku dapat diikuti beberapa saran sebagai berikut:
1.      Baca kata pengantar dan pendahualuan.
2.      Lihat daftar isi
3.      Baca ringkasan buku yang biasanya terdapat pada sampul belakang
4.      Pilih hal-hal yang dianggap penting.
5.      Catat hal-hal yang dianggap penting.
            Cara lain agar cepat memahami sebuah buku adalah dengan berlatih membaca efektif. Yakni bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
1.      Selection, yakni dengan memilih masalah yang pokok dan esensinya saja dari buku yang kita baca.
2.      Skipping, yakni dengan melompati (melewati) bagian-bagian yang kurang penting.[11]
3.      Scanning, yakni membaca sepintas lalu dengan cepat tetapi sambil memperhatikan dengan teliti dan memandai bagian-bagian yang penting dari buku yang kita baca. 
Sebelum membuat resensi ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan menurut Fauzi Rahman, diantaranya adalah:[12]
1.      Mempunyai minat yang besar untuk menekuni dunia resensi buku lebih dulu harus mempelajari peta, karakter, dan misi masing-masing media masa yang mempunyai rubrik resensi.
2.      Sebelum menulis resensi seorang penulis lebih dulu harus tahu istilah-istilah rubrik resensi masing-msing media masa.
3.      Buku atau film yang hendak kita resensi hendaknya terbitan terbaru.
4.      Dalam meresensi buku yang penting kita paparkan adalah sesuatu yang kita anggap menonjol, baru, dan mampu mewakili seluruh isi buku.
5.      Tidak kalah pentingnya pula adalah ketekunan penulis untuk mengamati rutin rubrik resensi masing-masing media.      
Dalam menulis sebuah resensi diperlukan tehnik yang termudah untuk meresensinya. Tehnik-tehnik tersebut tidak lepas dari langkah-langkah membuat resensi, berkenaan dengan itu Daniel (1997:6-7) memnerikan langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
1.      Penjajakan atau pengenalan terhadap buku yang akan diresensi.
2.      Membaca buku yang akan diresensi secara komprehensif, cermat, dan teliti.
3.      Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data.
4.      Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi.
5.      Menetukan sikap dan menilai hal-hal yang berkenaan dengan organisasi penulisan, bobot ide, aspek bahasanya dan aspek teknisnya.[13]
            Dalam menulis resensi sebuah karya baik itu buku ataupun film selain memperhatikan teknik penulisan resenstor atau orang yang menulis resensi harus memahami dasar-dasar dalam menulis resensi, seperti yang dianjurkan oleh Samsul (2003), yaitu:
            Pertama, memahami atau menagkap tujuan (maksud) pengarang dengan karya yang dibuatnya. Berhasil atau tidaknya kita menagkap tujuan dari sang penulis akan menentukan bagus atau tidaknya resensi kita.
            Kedua, memiliki tujuan dalam membuat resensi buku. Seperti dasar menulis artikel pada umumnya, sebuah tulisan harus didasarkan sebuah tujuan. Begitu juga dengan resensi. Tujuan itu bisa berupa mengajak orang-orang untuk inkut membaca buku itu, ataupun bisa sebagai kritik dan masukan bagi sang penulis.
            Ketiga, harus mengenal atau mengetahui selera dan tingkat pemahaman dari para pembaca. Sebuah resensi buku Das Kapital-nya Karl Marx tidak akan sesuai untuk pembaca koran lokal. Dengan memahami selera dan tingkat pemahaman pembaca media masa yang dituju, kita dapat menyesuaikan pemilihan buku dan gaya tulisan yang dapat diterima mereka.
            Keempat, mempunyai pengetahuan dan menguasai disiplin ilmu pengetahuan sebagai tolak ukur ketika mengemukakan keunggulan dan kelemahan buku. Menguasai berbagai pengetahuan akan mempermudah kita menulis resensi yang memadai sesuai dengan katagori buku tersebut. Seperti menulis resensi tentang ekonomi tentunya kita harus mempunyai wawasan dan pengetahuan mengenai bidang tersebut.
            Kelima, jadilah pengamat buku sekaligus kolektor buku. Bagus atau tidaknya sebuah buku akan relatif berbeda tiap orang. Memberikan perbandingan dengan buku lain akan mempermudah kita dan pembaca dalam menentukan tolak ukur kadar kualitas buku yang diresensi.[14]

IV.            KESIMPULAN
Dalam kamus jurnalistik, resensi mempunyai arti tulisan di media masa yang berisi penilaian tentang kelebihan atau kekurangan sebuah karya tuli (buku), krya sastra (novel), atau karya seni (film, sinema). Biasanya mengandung penilaian tentang tema dan isi, kritikan, serta dorongan kepada publik perlu tidaknya mebca tau menonton karya tersebut. Resensi merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang bersifat subjektif.
Sebuah tulisan resensi buku biasanya terdiri dari tiga bagian, yaitu: Pertama, bagian pendahuluan. Berisi informasi objektif atau identitas buku. Meliputi judul, penulis, penerbit dan tahun terbitnya, jumlah halaman, dan bila perlu harga buku tersebut. Kedua, bagian isi. Ketiga, bagian penutup. Dan pada halaman belakang terdapat “resensi mini”.
jenis-jenis dalam resensi
            Saryono membagi resensi menjadi dua, yaitu: Resensi berdasarkan media atau forum sajiannya dan Resensi berdasarkan isi resensi atau isi sajiannya.
            Berdasakan media atau forumnya, resensi buku dibagi lagi menjadi dua, yaitu: resensi ilmiah, dan resensi ilmiah populer.
            Sedangkan berdasarkan isi sajian atau isi resensinya lebih lanjut ia mengemukakan bahwa resensi buku digolongkan menjadi tiga jenis yaitu: resensi informatif, Resensi evaluatif, dan Resensi informatif-evaluatif.
            Adapun bentuk resensi dapat digolongkan sebagai berikut: Meringkas, Menjabarkan, Menganalisis, Membandingkan (Komparasi), Memberi penekanan.
Teknik Penulisan Resensi
            Prinsip meresensi buku adalah mencari tema pokok dari buku itu. Caranya ialah dengan memberi uraian dalam bentuk ringkasan, ulasan, atau kajian dari setiap persoalan yang berkaitan erat dengan tema buku itu.          Untuk lebih cepat dalam memahami sebuah buku dapat diikuti beberapa saran sebagai berikut: Baca kata pengantar dan pendahualuan, Lihat daftar isi, Baca ringkasan buku yang biasanya terdapat pada sampul belakang, Pilih hal-hal yang dianggap penting, Catat hal-hal yang dianggap penting. Cara lain agar cepat memahami sebuah buku adalah dengan berlatih membaca efektif. Diantaranya: Selection, Skipping, Scanning.
            Sebelum membuat resensi ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan menurut Fauzi Rahman, diantaranya adalah: Mempunyai minat yang besar, tahu istilah-istilah rubrik resensi masing-msing media masa, Buku atau film terbitan terbaru, paparkan sesuatu yang kita anggap menonjol, baru, dan mampu mewakili seluruh isi buku, penulis mengamati rutin rubrik resensi masing-masing media.    
             langkah-langkah membuat resensi, berkenaan dengan itu Daniel (1997:6-7) memnerikan langkah-langkah tersebut sebagai berikut: Penjajakan atau pengenalan terhadap buku yang akan diresensi, Membaca buku yang akan diresensi secara komprehensif, cermat, dan teliti, Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data, Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi, Menetukan sikap dan menilai hal-hal yang berkenaan dengan organisasi penulisan, bobot ide, aspek bahasanya dan aspek teknisnya.
            Dalam menulis resensi sebuah karya baik itu buku ataupun film selain memperhatikan teknik penulisan resenstor atau orang yang menulis resensi harus memahami dasar-dasar dalam menulis resensi, seperti yang dianjurkan oleh Samsul (2003), yaitu:
            Pertama, memahami atau menagkap tujuan (maksud), Kedua, memiliki tujuan dalam membuat resensi buku, Ketiga, harus mengenal atau mengetahui selera dan tingkat pemahaman dari para pembaca, Keempat, mempunyai pengetahuan dan menguasai disiplin ilmu pengetahuan, Kelima, jadilah pengamat buku sekaligus kolektor buku.



















DAFTAR PUSTAKA

Bahar, Ahmad. Dkk. 2002. Kiat Menembus kolom & rubrik media masa. Yogyakarta. Titian Ilahi Press
Dalman. 2012. Menulis karya Ilmiah. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
HS, Lasa. 2006. menaklukkan redaktur jurus jitu menulis di media massa. Yogyakarta pinus
            Kuncoro, Mudrajat. 2009. Mahir Menulis. Jakarta. Erlangga
M.Romli, Asep Syamsul. 2009. Jurnalistik Praktis untuk Pemula. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
                   . 2008. Kamus Jurnalistik. Bandung. Refika Offset.
Nurudin. 2009. Kiat Meresensi Buku di Media Cetak. Jakarta. Murai Kencana.
Rahman, Fauzi.dkk. .2002. Kiat Menembus kolom & rubrik media masa. Yogyakarta. Titian Ilahi Press


















[1] Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.75
[2] Lasa HS, menaklukkan redaktur jurus jitu menulis di media massa, (Yogyakarta: Pinus, 2006), hlm. 19
[3] Asep Syaiful M. Romli, Kamus Jurnalistik, (Bandung: Refika Offset, 2008), hlm. 112
[4] Dr. H. Dalman, Menulis karya Ilmiah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 165-166
[5] Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, hlm.78
[6] Nurudin, Kiat Meresensi Buku di Media Cetak, (Jakarta: Murai Kencana, 2009), hlm. 44
[7] Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, hlm.79-82
[8] Dr. H. Dalman, Menulis karya Ilmiah, hlm.168-169
[9] Nurudin, Kiat sukses Meresensi Buku di Media Masa, (Yogyakarta: CESPUR, 2003), hlm. 58-62
[10] Ahmad Bahar dkk, Kiat Menembus kolom & rubrik media masa, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press), hal. 32
[11] Ahmad Bahar dkk, Kiat Menembus kolom & rubrik media masa, hal. 30
[12]Fauzi Rahman dkk, Kiat Menembus kolom & rubrik media masa, (yogyakarta: titian ilahi press), hal. 35-37
[13] Dr. H. Dalman, Menulis karya Ilmiah, hlm.174
[14] Mudrajat Kuncoro, Mahir Menulis, (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 35-36

Pendidikan Kedisiplinan



Jam karet menjadi budaya laten yang harus dihilangkan, terutama dalam dunia pendidikan di perguruann tinggi. Mahasiswa maupun dosen seharusnya bisa menjadi contoh bagi bangsa ini dalam menerapkan pendidikan kedisiplinan. Namun, seakan jauh dari apa yang diharapkan, budaya-budaya jam karet justru masih berlaku di perguruan tinggi, yang seharusnya sudah khatam mengenai pendidikan kedisiplinan.
Kedisiplinan tidak hanya berlaku bagi mahasiswa, namun dosen juga harus menerapkan, terutama dalam proses perkuliahan. Seringkali penerapan kedisiplinan itu hanya berlaku pada satu pihak yaitu mahasiswa saja. Bahkan, peraturan-peraturan keterlambatan itu diterapkan hanya untuk mahasiswa sedangkan dosen tidak demikian. Misalnya, batas telat mahasiswa hanya 15 menit selebihnya mahasiswa tidak dapat mengikuti perkuliahan. Dan dosen selaku yang membuat peraturan, bebas kapan saja masuk kelas. Jika peraturan hanya searah, tentu tidak mampu dijadikan solusi untuk mengurangi jam karet di sebuah lembaga pendidikan. Fenomena seperti itu menunjukkan tidak adanya sinergitas yang baik dalam membangun budaya disiplin.
Banyak kerugian yang ditimbulkan dari budaya jam karet terutama dalam proses perkuliahan. Jika ada mahasiswa ataupun dosen yang terlambat, maka hal tersebut dapat mengganggu konsentrasi dalam proses belajar mengajar yang awalnya sudah fokus mendiskusikan sebuah permasalahan di dalam kelas. Terlebih lagi jika keterlambatan itu datang dari dosen maka hal tersebut semakin menunjukkan bahwasanya dosen yang seharusnya menjadi contoh bagi mahasiswanya belum bisa menerapkan pendidikan kedisiplinan.
Untuk mengurangi budaya jam karet, patut diberlakukan beberapa strategi untuk mengurangi keterlambatan. Pertama, harus ada kesadaran dari masing-masing pihak terkait pentingnya waktu. Kedua, diberlakukannya peraturan keterlambatan bagi dua pihak, yaitu antara mahasiswa dan dosen. Ketiga, diberlakukannya punishment, yang tentunya bersifat mendidik.
Kerugian yang ditimbulkan dari budaya jam karet harusnya disadari oleh mahasiswa maupun dosen. Dengan demikian, kedua belah pihak dapat menghargai waktu guna menerapkan pendidikan kedisiplinan.

Oleh: Novita Nur ‘Inayah


Feature

Semangat Anak Si Mbah
Sosok M. Rikza Chamami M.S.I yang kerap kita temui di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang lahir dalam lingkungan keluarga miskin. Keluarga pembuat sandal desa krandon tersebut masih memegang teguh tradisi-tradisi lokal. Bayi kecil yang kala itu lahir tanggal 20 Maret 1980 itupun harus mengikuti budaya yang masih kental terjaga dalam desa tersebut. Rikza Chamami yang lahir pada hari kamis kliwon tersebut memiliki weton yang sama dengan ibundanya. Sementara itu, tradisi setempat mengharuskan seorang anak yang weton kelahirannya sama dengan ibunya, maka anak tersebut harus dibuang. Ibunda Rikza pun membuang Rikza kecil diatas engkrak  yang akhirnya ditemukan oleh simbahnya yang bernama Saudah. Secara hak asuh Rikza kecil jatuh pada saudah, namun hal itu tak mengurangi curahan kasih saying dari keluarganaya, pelukan hangat dari keluarga tercinta masih dapat ia rasakan.
Semanagat Rikza kecil kala itu sangat luar biasa. Kemauan kerasnya untuk selalu belajar ditunjukkan dengan senangnya Rikza mengikuti orang tuanaya ngaji, silaturahim, dan bahkan ziarah. Latar belakang keluarganya yang hanya membuat sandal membuat orang tuanya selalu mengajarkan sikap tirakat seperti hidup sederhana dan selalu peduli terhadap sesame. Ajaran tersebut selalu dipegang teguh oleh Rikza Chamami. Sehingga dalam menjalani kehidupannya ia memegang sebuah prinsip bahwa “miskin boleh-sukses harus”. Tak hentinya Rikza selalu berusaha, membuang jauh gengsinya dan selalu bersikap optimis. Prinsip serta semangat-semangat itulah yang menjadikan Rikza Chamami menjadi orang layaknya sekarang ini.